ADVERTISEMENT

Imajinasi Geopolitik Sukarno

Sabtu, 12 Februari 2022 07:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terlebih jika melihat bagaimana sejak usia 16 tahun Bung Karno sudah berjuang bagi kemerdekaan bangsanya dengan risiko keluar masuk penjara. Ketika semua dikubur, maka Indonesia pada masa orde baru pun bagaikan berdiri di atas tanah pasir yang setiap saat mudah tergerus gelombang sebagaimana halnya krisis moneter tahun 1987 yang berubah cepat menjadi krisis ekonomi dan krisis politik. 

Dengan setting keterputusan sejarah pendirian bangsa, dan dihilangkannya Sukarno dari sejarah kemerdekaan bangsa, maka ketika reformasi mengganti wajah dan praktek demokrasi Indonesia menjadi ala Amerika, lengkap sudah keterputusan sejarah itu. Indonesia pun bagaikan melangkah tanpa pijakan yang kuat dan gamang dengan masa depannya serta mudah terombang-ambing pada tarik menarik kepentingan global.

Dampaknya, Indonesia tidak lagi memimpin pergerakan dunia, tetapi menjadi alat bagi kepentingan bangsa lain sampai Vanuatu pun berani menggertak Indonesia di PBB. Akibat lebih lanjut, spirit, watak, dan karakter bangsa pejuang yang selalu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara bergeser menjadi kepentingan pribadi dan kelompok. Sejarah selanjutnya mencatat bagaimana Reformasi mengukuhkan tatanan one man one vote one value, serta menghadirkan aktor di luar negara dengan nilai-nilai profesionalitas, independensi, dan transparansi, namun toh tetap digerakkan oleh kepentingan yang ujung-ujungnya adalah kapital.

Dalam masa reformasi itu, liberalisasi berjalan semakin dahyat ketika SBY memimpin selama 10 tahun dan menginisiasi sistem proporsional terbuka, yang diikuti liberalisasi perdagangan dengan bea masuk yang sangat rendah untuk impor pangan. Di sinilah kapitalisme dan liberalisme semakin melembaga. Terlebih ketika garis kebijakan luar negeri sekedar main aman dengan gagasan 1000 Friends, Zero Enemy.

Dalam kebijakan main aman ini, kepemimpinan Indonesia bagi dunia pun semakin kehilangan daya juangnya ketika politik luar negeri bebas dan aktif hanya dimaknakan sebagai politik netralitas. Pada jaman ini, kepemimpinan bagi dunia direduksi dalam inisiatif seminar internasional melalui Bali Democracy Forum, yang tetap tidak mampu mengangkat roh kepemimpinan Indonesia di dunia internasional.

Spirit kepemimpinan Indonesia muncul sebagai harapan ketika Presiden Jokowi mencanangkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Gagasan Jokowi ini tidak terlepas dari benang merah pemikiran geopolitik Sukarno yang sejak awal berteriak lantang tentang kepemimpinan Indonesia dengan me-leverage posisi geopolitik yang strategis di antara dua benua dan dua samudera. 
Namun upaya Presiden Jokowi tidaklah mudah.

Sebab kultur politik, ekonomi dan budaya Indonesia sudah terlanjur berubah menjadi kapitalistik dalam praktek. Peran yang begitu penting dari doktrin Indonesia Poros Maritim Dunia (IPMD) nampak ketika upaya menggali spirit kepemimpinan itu dilakukan dengan menetapkan kembali 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

Di sinilah IPMD mendapatkan ruhnya dari Pancasila sebagai pandangan geopolitik Indonesia terhadap dunia, meskipun doktrin poros maritim dunia tersebut belum sepenuhnya dijabarkan secara teknokratik ke dalam national interest yang diikuti perubahan paradigma pembangunan, sistem ekonomi, sistem budaya, sistem pertahanan dan strategi pertahanan, hingga orientasi di dalam mendayagunakan seluruh potensi maritim beserta kekayaan hayati yang terkandung di dalamnya. 

Dalam konteks memberi pemaknaan secara ideologis atas konsepsi IPMD tersebut sangat tepat jika keseluruhan pemikiran Geopolitik Bung Karno (GBK) diangkat kembali, lengkap dengan seluruh spiritnya untuk membangun kepemimpinan Indonesia bagi dunia. Dengan mengangkat keseluruhan substansi GBK, akan dapat ditemukan imajinasi geopolitik Sukarno. Imajinasi geoplitik Bung Karno sebenarnya bisa begitu mudah ditemukan dari pidato-pidato Bapak Bangsa Indonesia tersebut yang selalu bergelora, penuh daya pikat hingga seolah menghinoptis rakyat Indonesia dan dunia. 

Dalam Pidato Indonesia Menggugat tahun 1930 misalnya, Bung Karno sudah menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia akan terjadi ketika Pasifik membara akibat pertarungan negara-negara kapitalis yang dipengaruhi oleh pemikiran Halford Mackinder untuk menguasai pusat geopolitik dunia, ataupun paham Karl Haushofer untuk memperluas ruang hidup dengan mencari tanah jajahan, ataupun karena logika kapitalisme di dalam mencari sumber bahan baku dan pasar.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Guruh Nara Persada
Contributor: -
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT