Perkawinan Politik dengan "Bobot, Bibit dan Bebet".

Sental-Sentil

Perkawinan Politik dengan 'Bobot, Bibit dan Bebet'

Senin 07 Feb 2022, 09:30 WIB

DEKAT secara fisik belum tentu satu hati dan satu aspirasi. Lihat saja, orang yang sedang dalam angkutan umum massal seperti Commuter Line atau KRL, TransJakarta atau MRT.

Duduk boleh berdampingan, tetapi belum tentu saling kenal satu sama lain, apalagi satu dan aspirasi dalam berpolitik. Dalam bertetangga misalnya, kita sangat dekat, acap ngobrol bareng dan ngopi bareng, tetapi belum satu hati dan satu aspirasi, satu sudut pandang dalam menilai sebuah persoalan.

Walaupun satu hati, sebatas acara ngopi bareng dalam konteks bertetangga, tetapi yang lain – lain beda penilaian.

Begitu juga dekat secara fisik antara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Michael Victor Sianipar, ketika keduanya bertemu saat gala dinner acara Youth 20(Y20) di sebuah restoran di Jakarta, Sabtu (29/1/2022) pekan lalu.

Anies datang sebagai tamu undangan, sedangkan Michael sebagai penyelenggara acara.

Maknanya kedekatan Michael dengan Anies seperti terekam dalam fotonya yang beredar, bukan sebagai cerminan sikap partainya, PSI, yang memang dikenal sebagai oposisi Anies di DPRD DKI.

Kita tahu, beberapa kali kritikan tajam dialamatkan Ketua Umum PSI, Giring Ganesha terkait kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, di antaranya soal proyek sirkuit Formula E di kawasan Ancol, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

Dalam peristiwa lain, sudah didekatkan dengan deklarasi dukungan pun, masih perlu penjajakan. Ibaratnya sudah dijodoh – jodohkan untuk berpasangan, masing – masing masih perlu berbagai pertimbangan.

Jika jodoh dalam pernikahan, lazimnya calon pasangan masing – masing akan melakukan  penjajakan dengan keluarganya, terutama calon pasangannya. Mengenai sikapnya, karakternya, juga suasana hatinya. Namanya dijodohkan tentu harus dicocokan dulu, hatinya. Juga soal bobot, bibit dan bebet dari kedua calon pasangan.

Begitu juga dalam perkawinan politik, ketika Prabowo Subianto – Muhaimin Iskandar  dipasangkan sebagai capres – cawapres tahun 2024. Duet ini dideklarasikan puluhan warga Jawa Barat yang menamakan dirinya sebagai relawan Barisan Prabowo - Gus Muhaimin, pertengahan bulan lalu.

Lantas bagaimana reaksi keduanya, boleh jadi masih dalam penjajakan, seperti halnya pasangan calon pengantin yang akan dijodohkan oleh kedua orang tuanya.

Karena baru akan dijodohkan, belum resmi dijodohkan, masing – masing calon memiliki hak untuk menolak atau menyetujui perjodohan. Lagi pula perkawinan politik masih dua tahun lagi, masih cukup waktu dan terbuka peluang untuk melihat kecocokan, serasi tidaknya perjuangan dan peluang untuk memenangkan pilpres.

Tak ubahnya , pernikahan, bobot, bibit dan bebet akan menjadi pertimbangan duet capres.

Bobot, adalah kualitas diri dari pasangan, baik menyangkut kemampuan ilmu pengetahuan maupun kecakapan, kecerdasan intelektualnya dan moralnya.

Bibit, adalah asal – usul atau latar belakang keturunan, ketokohan keluarganya. Ini menyangkut dari sejarah historis keluarganya, maupun dari partai pendukungnya.

Bebet adalah status sosial ekonominya, harkat, martabat dan prestise. Bisa diartikan kemampuan finansilanya untuk menopang pendanaan pencapresan.

Dari keiga unsur tadi, bisa terlihat dari tingkat elektabilitas yang mencuat dari hasil survei. Tetapi ini bukan harga mati, masih terus berubah sesuai dengan situasi. (Jokles)

Tags:
commuter linekrltransjakartamrtGubernur DKI JakartaAnies BaswedanKetua Dewan Pimpinan WilayahDPWpartai-solidaritas-indonesiapsiMichael Victor Sianiparoposisi Anies di DPRD DKIKetua Umum PSIGiring Ganesha

Administrator

Reporter

Administrator

Editor