Oleh : Hasto Kristiyanto
Para pendiri bangsa dikenal memiliki sikap kenegarawanan yang sangat kuat. Mereka berjuang penuh ketulusan disertai dedikasi hidup mati bagi bangsa dan negara Indonesia. Dalam keseluruhan gerak perjuangannya, para pendiri bangsa selalu mengembangkan hikmat kebijaksanaan, dan begitu bersemangat untuk mencari setiap ruang juang, tanpa berpikir mau menjadi apa, ataupun mendapat apa, yang terpenting adalah Indonesia Merdeka.
Dalam ketulusan sikap itulah muncul gagasan yang visioner, genuine, dan sekaligus mengakar kepada apa yang menjadi harapan rakyat Indonesia. Gagasan visioner itulah yang nampak dalam pembahasan falsafah negara Pancasila dan UUD 1945. Dalam perdebatan penuh argumentasi yang matang, telah disepakati sistem politik Indonesia.
Di dalam sistem politik itu dinyatakan bahwa konstitusi hadir sebagai hukum dasar. Guna memahami konstitusi, apa yang ada di dalam keseluruhan teks UUD harus dipahami bagaimana sejarah teks itu, dan bagaimana suasana kebatinan pembuatan Undang-undang Dasar. Juga ditegaskan bahwa di dalam menjalankan pemerintahan negara yang paling penting adalah semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan.
Guna menjelaskan ketentuan ini, para pendiri bangsa dengan bijak memberi contoh bahwa sifat kekeluargaan yang menjadi spirit penyusunan Undang-undang Dasar tidak akan berarti apabila semangat para pemimpin bersifat perseorangan.
Guna menjalankan keseluruhan suasana kebatinan dari Undang-undang dasar, setiap penyelenggara pemerintahan negara dituntut untuk memahami bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan hal ikhwal pelaksanaan pemerintahan negara harus didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sini para pendiri bangsa juga sudah memberikan landasan tentang pentingnya memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan kewajiban memegang teguh cita-cita moral rakyat. Karena itulah memahami keseluruhan substansi peraturan perundang-undangan tidak bisa dalam perspektif kepentingan kekuasaan orang per orang, apalagi hanya karena ambisi kekuasaan menjadi presiden, lalu mengabaikan ketentuan dasar yang mengatur tentang bagaimana presiden dan wakil presiden dipilih.
UUD 1945 sudah menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Ketentuan ini merupakan hukum dasar, yang memang tidak memungkinkan adanya calon perseorangan dalam pengertian tanpa melalui partai politik. Sebab hal-hal yang berkaitan dengan sistem pemerintahan, sistem pemilu, dan sistem kepartaian merupakan satu-kesatuan konsepsi yang dibangun dalam sistem politik yang kesemuanya berkaitan satu sama lain.
Contoh sederhana, mengapa Indonesia berbentuk republik dan bukannya negara federal? Sebab Indonesia adalah negara kesatuan. Konsekuensinya, kewenangan dalam fungsi legislasi itu dijalankan dengan konsepsi satu kamar, yaitu DPR RI, bukan bikameral atau dua kamar sebagaimana terjadi di negara federal.
Demikian halnya ketentuan tentang pentingnya kehadiran partai politik, mengingat demokrasi dibangun dengan prinsip perwakilan melalui partai politik. Dengan penjelasan ini maknanya sangat jelas, ketika seseorang dicalonkan atau merancang dirinya untuk dicalonkan sebagai calon presiden atau wakil presiden, maka mau tidak mau harus dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ini hukum dasar.
Penjabaran lebih lanjut dari sistem politik Indonesia menegaskan bagaimana Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, yang artinya dipimpin oleh Presiden sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Dalam konteks ini, agar pemerintahan presidensial berjalan efektif, memerlukan dukungan dari lembaga perwakilan rakyat sebagai cermin representasi suara rakyat melalui partai politik.