ADVERTISEMENT

Suara Kebangsaan: Keadilan Sosial

Minggu, 31 Oktober 2021 07:10 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh: Hasto Kristiyanto
 
Keadilan sosial sebagai diksi dalam politik, lahir dari pemikiran mendalam pendiri bangsa khususnya Bung Karno. Keadilan sosial menjadi imajinasi tentang tatanan masyarakat Indonesia yang bebas dari berbagai belenggu penjajahan. Keadilan sosial menjadi muara dari sila Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, dan demokrasi permusyawaratan/perwakilan. 

Dalam konsepsi demokrasi Indonesia, keadilan sosial inilah yang membedakan antara demokrasi barat yang menitik beratkan pada demokrasi politik, untuk dikoreksi ke dalam demokrasi ekonomi yang bekerja dalam sistem budaya bangsa. Sintesa antara demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi dalam kebudayaan itulah yang melahirkan cita-cita “tidak ada kemiskinan dalam buminya Indonesia Merdeka”.

Keadilan sosial hidup dalam budaya gotong royong. Tentang cara mewujudkan keadilan sosial tersebut, para pendiri bangsa mengamanatkan bagaimana bumi, air, dan kekayaan alam yang dikandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Atas dalil sosialisme ala Indonesia ini, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. 

Dengan hukum keadilan sosial tersebut, maka fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Negara juga menjamin kehidupan yang layak secara kemanusiaan bagi setiap warganya. Landasan filosofis dalam politik pembangunan tersebut sangat luar biasa. Diksi keadilan sosial sudah jauh lebih dahulu dirumuskan, bahkan termasuk progresif di depan. 

Paradigma keadilan sosial, mendahului berbagai diskursus teori pemikiran politik barat, yang saat itu masih terbuai oleh kapitalisme-liberalisme. Keadilan sosial oleh Bung Karno digali dari keutamaan Bumi Nusantara yang adil, sebagai manifestasi semangat solidaritas dan penghormatan atas kemanusiaan yang tertinggi.

Analisis Bung Karno dalam refleksi paradigma kritis terbukti seiring berjalannya waktu. Di Barat, demokrasi kini mengalami krisis. Liberalisme-kapitalisme yang bertumpu pada individualisme menciptakan konsentrasi kapital.

Karena kapitalisme menurut Bung Karno adalah suatu nafsu yang dibangun dengan mengikis berbagai kepekaan sosial, maka kapitalisme menciptakan krisis. Belum selesai krisis yang satu, muncul krisis lainnya dengan dampak yang semakin hebat dan dalam.

Liberalisme-kapitalisme juga menciptakan elit politik yang nampaknya populis. Namun sikap populis pun dibajak semata-mata hanya untuk kepentingan elektoral sehingga muncullah berbagai kebijakan populis guna meningkatkan elektoral.

Populisme Indonesia terjadi pada tahun 2008, ketika demi mendongkrak elektoral, berbagai kebijakan yang menina-bobokkan rakyat diberikan. Demi populisme yang ditunggangi popularitas elektoral tersebut maka berbagai hal yang nampaknya populis dilakukan, tanpa mempertimbangkan kelangsungan fiskal di masa depan. 

Politik populis melalui bansos tersebut akhirnya menjadi alat elektoral yang melanda seluruh wilayah Indonesia. Politik tidak lagi mengedepankan “kail” guna mendapatkan ikan, melalui proses nilai tambah dalam sistem produksi perekonomian rakyat. Politik populis mereduksi makna politik pemberdayaan rakyat.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Guruh Nara Persada
Contributor: -
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT