DI era sekarang ini, kritikan hilir mudik seolah tiada henti. Kritikan tajam sering dilontarkan, tidak hanya kepada teman, kerabat, juga ditujukan langsung kepada pejabat.
Dengan mudahnya seseorang mengkritik orang lain, dengan sangat tajam, kadang dengan bahasa yang vulgar.
Ini sah – sah saja. Dalam negara berdemokrasi setiap orang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat dan pernyataan, dalam bentuk lain kritikan ataupun koreksian.
Yang lagi viral dan mendapat beragam komentar adalah kritikan yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto terkait pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Gubernur DKI Jakarta, juga tak lepas dari kritikan dan sindiran. Bahkan, paling sering mendapat kritikan, dibandingkan dengan gubernur lainnya. Ini yang terekam dan beredar dalam masyarakat.
Setiap kebijakan yang dikeluarkan Gubernur Anies Baswedan, pada ujungnya akan menuai kritikan. Sebut saja soal sumur resapan, gelaran Formula E , dari dari semula direncanakan di Monas hingga dipindahkan ke Ancol.
Jika kita sebagai orang awam ditanya, pilih yang mana, kritikan atau pujian? Jawabnya mungkin akan memilih pujian. Sebagai manusia biasa tentu membutuhkan pujian untuk memberi motivasi bahwa yang dikerjakan hasilnya bagus.Tentu, pujian yang tulus, bukan karena ada maunya. Bukan sebatas basa- basi, apalagi Asal Bapak Senang (ABS).
Pujian yang ada maunya, cenderung tidak objektif, jika tidak disebut mengada – ada. Pujian yang hanya membuat senang orang lain, hanyalah lip service. Itulah sebabnya, kita diminta untuk tidak terbuai karena pujian.Terlena karena sanjungan, yang sejatinya dapat menjerumuskan.Karena itu pitutur luhur mengajarkan agar kita perlu hati- hati, tidak hancur karena sanjungan. Lebih baik, selamat karena kritikan.
Yang terpenting menerima kritik dengan bijak, tetapi tidak lantas terhenti berkarya untuk bangsa dan negara karena karena kritik. Biarlah kritik menggunung, tetapi jangan kemudian terus bingung pada akhirnya jadi limbung.
Kita patut mengapresiasi pejabat yang tidak alergi terhadap kritik.
Menhan Prabowo yang tidak reaktif merespons kritik, patut menjadi acuan.
Biarlah kritik bertebaran, tetapi fokus kerja. Inilah sikap bijak. Meski kritik kadang menyangkut hal pribadi, bukan kinerjanya, jangan kemudian terpancing, terbawa arus meladeni kritik.
Anggaplah kritik sebagai pengawal pribadi agar tetap melangkah di jalan yang benar. Dengan mendapat kritikan berarti kita telah membuat sebuah pekerjaan penting, sebaliknya tanpa kritikan, kita tidak tahu apakah tugas yang telah selesaikan, baik atau buruk. Benar atau salah.
Dengan kata lain, kita dapat mengukur sejauh mana tindakan kita melalui kritikan, bukan dari pujian.
Ingat! Tidak semua pujian itu tulus. Tidak semua kritik itu menjatuhkan.
Pepatah mengatakan “ Kritikan itu pahit tetapi mendidik jiwa jika diterima dengan baik. Pujian itu manis tetapi merusak hati jika diterima dengan angkuh.”
Semua perlu legowo. Bagi yang dikritik tidak melihat kritikan sebagai sebuah kebencian. Sebaliknya yang menyampaikan kritik, pastikan kritikan demi kemajuan, bukan didasari karena kebencian. (Jokles)