JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ratusan orang masih menunggu sidang pengadilan atas dugaan berperan dalam serbuan pada 6 Januari ke Gedung Kongres AS atau Capitol Hill dalam upaya membatalkan kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden 2020.
Sementara 155 lainnya mengaku bersalah.
Kasus-kasus yang tertunda itu hanya satu bagian dari upaya untuk menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak yang bertanggung jawab atas serangan itu.
Dilansir dari VOA Indonesia, setahun usai serbuan ke Capitol Hill pada 6 Januari masih belum terjawab siapa yang akhirnya bertanggung jawab atas serangan terburuk terhadap Kongres dalam dua abad?
Banyak pendukung mantan Presiden Donald Trump mengklaim serbuan itu bukanlah hal yang serius.
Tetapi para kritikus mengatakan Donald Trump mengarahkan para pendukungnya untuk membatalkan kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden yang secara efektif merusak proses demokrasi.
Perusuh berkeliaran dalam aula gedung Kongres sehingga meningkatkan kekhawatiran akan keamanan anggota dan staf Kongres yang bersiap untuk mengesahkan kemenangan Biden.
“Saya tidak akan pernah memaafkan presiden, mantan Presiden Amerika Serikat dan antek-anteknya, para perusuh yang dia kirim ke Capitol atas trauma yang dialami staf kami,” ucap Ketua DPR Nancy Pelosi.
DPR Amerika bergerak cepat untuk memakzulkan Donald Trump hanya beberapa hari pasca serangan dan menuduhnya bersalah karena menghasut pemberontakan. Tetapi Senat Amerika membebaskan Trump dari tuduhan itu pada Februari 2021.
Sebanyak 704 orang telah didakwa di pengadilan AS tingkat federal dengan berbagai pelanggaran. Mulai dari pelanggaran ringan hingga yang lebih serius mencakup kekerasan terhadap penegak hukum dan anggota media.
Menurut peneliti, sekitar 70 hingga 80 orang yang terlibat dalam jaringan militan menghadapi tuduhan konspirasi yang lebih serius.
“Ini adalah kelompok-kelompok ekstremis kekerasan domestik yang hierarkis, the Proud Boys, the Oath Keepers. "Three Percenters" juga ada di sana yang diduga tidak hanya pergi ke Capitol untuk menyimak pidato melainkan pawai protes,” jelas John Lewis dari Pusat Kajian Ekstremisme Universitas George Washington.
Dia menambahkan,“Ini konspirasi yang terkoordinasi mulai dari penggalangan dana, pembagian senjata, berbaris menaiki tangga menuju Capitol dalam formasi, hingga meninggalkan senjata di hotel Virginia.”
Lima orang tewas dalam kerusuhan 6 Januari itu.
Pertanyaan yang masih diperdebatkan adalah apakah kerusuhan itu berkembang secara spontan atau bagian dari pemberontakan terencana yang diarahkan oleh Donald Trump, Presiden AS ketika itu. ***