ADVERTISEMENT

Pelaksanaan Pemilu 2019 Menjadi Catatan Buruk Sejak Orde Reformasi, Anies Matta: 900 Lebih Nyawa Hilang

Kamis, 6 Januari 2022 21:04 WIB

Share
Dikskusi Gelora Talk bertajuk 'Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?' . (Ist)
Dikskusi Gelora Talk bertajuk 'Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?' . (Ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID -  Pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia sejak masa Orde Reformasi yang hampir seperempat abad atau 25 tahun, dinilai menjadi catatan buruk . Karennya pun, dibutuhkan koreksi besar-besaran. 

Diketahui, banyak penyelenggara pemilu yang meregang nyawa akibat pelaksanaan sistem Pemilu Serentak yang dijadikan eksperimen politik pemerintah dan DPR selama ini. 

"Persyaratan presidensial threshold (20 persen kursi DPR) menyebabkan polarisasi yang sangat tajam,” tegas Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk 'Menakar Reformasi Sistem Politik Indonesia, Apakah Mungkin Jadi Gelombang?', Rabu (5/1/2022). 

Menurutnya, sistem tersebut berpengaruh pada penciptaan polarisasi yang sangat tajam dan berujung pada pembelahan di masyarakat dengan residu masih ada hingga kini.  

Pemberlakuan ambang batas (threshold) pada calon presiden dan parlemen juga dinilai menghalang-halangi munculnya potensi kepemimpinan nasional. 

Sebab, keberhasilan suatu demokrasi tidak diukur dengan persyaratan ambang batas, melainkan dari partipasi masyarakat. Dan perlu diingat, bahwa negara itu dibentuk dari organisasi-organisasi yang ada masyarakat, bukan sebaliknya. 

Disamping itu, pihak penyelenggara Pemilu 2019  lalu,  pun melahirkan situasi yang overload hingga menyebabkan banyak menelan korban jiwa hingga mencapai 900 orang lebih. 

"Ini kalau kita mengesampingkan teori konspirasi, tapi angka 900 lebih hilang nyawa dari penyelenggara Pemilu itu. Artinya untuk setiap satu kursi DPR RI ada hampir dua nyawa yang jadi korbannya, itu angka yang sangat besar," ujarnya. 

Belum lagi, daftar pemilih dalam Pemilu 2019 dikurangi dengan adanya suara rusak serta partai yang tidak lolos threshold. Maka, total anggota DPR yang ada di Senayan kurang dari 50 persen dari angka 575 tersebut. 

"Artinya itu juga menunjukkan keterwakilan antara persentasi saat ini, salah satu dari hal-hal yang ingin di evaluasi di Partai Gelora sebagai bagian dari usaha pembenahan pada sistem politik kita," kata Anis. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT