“KAKEK terlihat banyak senyum hari ini. Sepertinya lagi bahagia sekali” kata sang cucu kepada kakeknya.
“Betul cucuku, kakek bahagia karena mendapat hadiah tahun baru. Ini hadiah yang luar biasa karena menyangkut masa depan keluarga” jawab kakek.
“Wah asyik dong kek. Boleh tahu hadiahnya kek. Lihat dong?” tanya sang cucu.
Sang kakek menjelaskan. Hadiah ini bukanlah barang, bukan pula berbentuk uang, tapi masa depan bagi anak kakek. Jadi tidak bisa dilihat, tetapi bisa dirasakan sepanjang hidupnya.
Sehari sebelum tutup akhir tahun 2021, ada pengumuman penting dari pemerintah mengenai seleksi calon pegawai negeri sipil ( PNS), sekarang disebut Aparatur Sipil Negara( ASN).
Nah, anak kakek dinyatakan lulus seleksi sebagai ASN di Kementerian Luar Negeri, dengan jabatan fungsional sebagai diplomat. Lebih bersyukur lagi karena menduduki peringkat pertama di bidangnya.
Cucu: Wuih.... keren kek, pantas kakek bahagia sekali.
Kakek menjawab ” Betul, kakek sangat bahagia hingga sulit melukiskan dalam kata- kata.”
Seperti diketahui dalam beberapa tahun terakhir pemerintah merekrut ASN unggul, berkualitas dan berkelas dunia sebagai bagian upaya mempercepat reformasi birokrasi.
Rekrutmen dilakukan secara transparan, bukan sembunyi-sembunyi yang diwarnai negosiasi. Berbasis kemampuan, bukan titipan. Berdasarkan profesionalisme, bukan nepotisme. Peserta rekrutmen diberi waktu menyanggah, jika dirasakan ada kejanggalan dalam setiap tahapan seleksi.
Ini tidak lain karena sistem merit atau meritokrasi diterapkan mulai rekrutmen, penggajian dan reward, pengukuran kinerja, promosi jabatan hingga pengawasan.
Sistem meritokrasi tak ubahnya manajemen talenta atau ajang pencarian bakat yang menekankan kemampuan seseorang ASN untuk menduduki posisi dan jabatan tertentu.
Dengan sistem ini, jabatan penting dan strategis akan diduduki oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kualifikasi, kompetensi dan kinerja di bidangnya, bukan semata mengandalkan pada jenjang karir prosedural yang selama ini berlaku. terdapat motivasi untuk meningkatkan kualitas diri, bukan ongkang-ongkang kaki, kemudian menduduki jabatan tinggi karena hasil kolusi.
Dengan sistem ini, membuka peluang kepada setiap orang, tanpa kecuali untuk berlomba meraih prestasi, berkreasi dan berinovasi.
Reformasi memang sebuah keharusan, untuk mengubah pola pikir aparat yang siap melayani, bukan minta dilayani. Menyederhanakan persoalan, bukan mempersulit persoalan. Menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah.
Kita berharap reformasi birokrasi tidak putus di tengah jalan. Hasil yang telah dicapai selama ini patut disyukuri dengan senantiasa mengevaluasi diri tiada henti, bukan lantas membanggakan diri, kemudian lupa diri.
Begitu pula bagi mereka yang telah lulus seleksi menjadi ASN, jangan berpuas diri. Tantangan di depan makin menghadang yang penyelesaiannya tak sebatas memiliki kecerdasan intelektual, juga kecerdasan moral.
Perlu olah pikir dan olah laku sebagai ASN yang profesional dan bermoral. Selalu mengedepankan sopan santun dan beretika baik dalam ucapan maupun perbuatan. Senantiasa mempertimbangkan hal baik dan buruk dalam beraktivitas dalam tugas, dan lingkungan sosialnya. Berakhlak mulia. Itulah ASN yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Mari tapaki tahun 2022 ini dengan satunya kata dengan perbuatan untuk banyak menebar kebaikan, menyingkirkan keburukan, sekecil apapun keburukan itu. (jokles)