“Refleksi melalui mawas diri, dengan mengoreksi diri secara jujur dan sungguh-sungguh atas apa yang telah diperbuat, dan yang akan diperbuat..” -Harmoko-
TAHUN 2021 sudah di penghujung. Bak pepatah, selangkah lagi terlewati, menyusul serangkaian peristiwa yang telah terlewati sepanjang tahun ini, sejak 1 Januari hingga 31 Desember.
Kita telah menyaksikan berbagai kejadian menimpa negeri ini, baik di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, kesehatan, lingkungan, bencana alam maupun sosial budaya.
Peristiwa duka mengawali perjalanan tahun 2021, dengan banjir yang mulai melanda Kalimantan Selatan, 3 Januari. Disusul jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Perairan Kepulauan Seribu yang mengangkut 43 penumpang dewasa, 7 penumpang anak, 3 bayi dan 12 kru, pada 9 Januari.
Pada hari yang sama, banjir bandang menerjang Sumedang, Jawa Barat yang menewaskan 36 orang ( lansia, dewasa dan anak-anak).
Banjir bandang disertai longsoran tanah juga menerjang Puncak, Bogor, Jawa Barat; di Kabupaten Pidie dan Aceh Tamiang, Aceh dan Distrik Paniai Timur, Papua.
Masih di bulan Januari, banjir dan tanah longsor melanda Manado, Sulawesi Utara. Ini belum termasuk gempa bumi di Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat dan NTT.
Erupsi tiga gunung berapi dalam waktu hampir bersamaan, yakni Gunung Merapi di Yogyakarta, Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur dan Gunung Sinabung di Sumatera Utara antara pukul 00.00 sd 06.00 WIB, 17 Januari .
Ini sebagian dari 2.841 bencana alam yang terjadi sepanjang tahun 2021, yang sebagian besar, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), adalah banjir, tanah longsor , angin puting beliung serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Bencana alam ini makin mengingatkan kita semua untuk melakukan perenungan diri, sudahkah bersahabat dengan alam sekitar, atau sebaliknya bertindak sewenang-wenang merusak alam sekitar dengan kebijakannya, kekuasaannya, keuangannya, kekuatannya atau dengan ototnya.
Begitu juga perlu kiranya para elite parpol merefleksi diri membangun kaderisasi dan loyalitas anggota menyusul digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Selain perlunya para elite mengedepankan etika berpolitik ala Demokrasi Pancasila. Berpolitik yang lebih santun, termasuk dalam pencitraan sebagai investasi tahun 2024, sehingga hasilnya lebih teruji, bukan malah menuai kontroversi.
Saya menduga lomba pencitraan akan semakin masif tahun depan, semakin mendekati gelaran Pilpres 2024.
Penegakan hukum, utamanya pemberantasan korupsi masih perlu menjadi perhatian. Publik menilai belum baik, pemerintah pun mengakuinya. Pelemahan KPK dengan merevisi peraturan perundangan yang diwarnai pula dengan kewajiban tes wawancara kebangsaan pegawai KPK, patut menjadi catatan agar ke depan, tak ada lagi kesan melemahkan.
Di sisi lain, ekonomi yang mulai membaik menyusul sukses penanganan pandemi Covid-19, patut diapresiasi. Serangkaian kebijakan pengendalian virus corona dan varian barunya, mulai dari penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro, darurat hingga level sekarang ini, kian mendorong pemulihan ekonomi.
Yang perlu dikemas kemudian adalah menyerasikan kebijakan pengendalian, dengan kebijakan lintas sektoral, di antaranya tes PCR bagi calon penumpang pesawat terbang yang menuai kontroversi. Hendaknya, dengan kewenangan pemerintah bisa memberikan subsidi atau menekan tarif menjadi lebih murah, sebut saja Rp150 ribu. Patut diingat, naik pesawat bukan lagi milik masyarakat menengah ke atas, tetapi menengah ke bawah.
Jika tes PCR menambah pengeluaran setengah dari harga tiket, tentu memberatkan.
Di sinilah perlunya kepedulian dan kebersamaan semua komponen bangsa untuk memulihkan ekonomi. Sangat tidak beradab, jika mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, di tengah penderitaan rakyat.
Marilah masing-masing merefleksi diri dengan melakukan perenungan atas apa-apa yang telah diperbuat, yang tak sesuai dengan nurani dan jati diri bangsa kita hingga menyakiti dan menyengsarakan orang lain. Lebih-lebih kepada mereka yang sedang “megap- megap” terhimpit beban ekonomi terdampak pandemi.
Itulah sebabnya mawas diri menjadi penting dalam konteks merefleksi diri sendiri, seperti dikatakan Pak Harmoko lewat kolom “Kopi Pagi” di media ini. Mawas diri dimaksud adalah mengoreksi diri sendiri secara jujur dan sungguh-sungguh atas ucapan dan perbuatan yang telah dilakukan dan akan dilakukan kemudian.
Lihat juga video "Headlina Harian Poskota Edisi Kamis 30 Desember 2021". (youtube/poskota tv)
Dalam filosofi Jawa mawas diri adalah obor mencapai keselamatan. “Sregep mawas diri ateges bakal weruh marang kekurangan lan cacade dhewe, wusanane tukul greget ndandani murih apike” – Rajin mawas diri akan mengetahui segala kekurangan dan cacat diri sendiri sehingga timbul kehendak untuk memperbaiki. (Azisoko *)