ADVERTISEMENT

Tegas! DPD Sebut Presidential Threshold 20 Persen Halangi Kemunculan Capres Potensial di Luar Parpol

Kamis, 9 Desember 2021 12:54 WIB

Share
Fahira Idris  dalam dialog kembangsaan yang menyatakan PT menghalangi munculnya tokoh potensial alternatif di luar parpol. (foto: rizal)
Fahira Idris  dalam dialog kembangsaan yang menyatakan PT menghalangi munculnya tokoh potensial alternatif di luar parpol. (foto: rizal)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Presidential Threshold (PT) 20 persen dianggap menghalangi munculnya tokoh potensial alternatif di luar partai politik untuk menjadi pilihan rakyat.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR Fahira Idris dalam Dialog Kebangsaan yang berlangsung di Lobi Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (8/12/2021). 

"Kami Kelompok DPD di MPR akan mendorong judicial review terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ucapnya.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengungkapkan bahwa adanya PT selain mengaburkan makna presidensial juga mereduksi partisipasi politik masyarakat karena pilihanya tidak terwakili.

“Mengapa harus meninggalkan PT setidaknya ada beberapa hal menurut saya pertama jelas melenceng dari spirit keserentakan, adanya tendensi polarisasi keterbelahan seperti tahun 2014 lalu hingga saat ini, hingga menutup adanya tokoh alternatif,” ungkapnya.

Pengamat Politik dan Dosen Fisipol UGM Abdul Gaffar Karim mengungkapkan, ada beberapa negara yang berhasil menerapkan sistem presidensial dengan multi partai seperti beberapa negara di Amerika Latin juga termasuk Indonesia. 

"Pada buku The Surprising Success of Multiparty Presidentialism oleh Carlos Pereira menjelaskan bahwa agar berhasil di sistem presidensial multipartai, seorang bahwa presiden harus sebagai jabatan kuat secara konstitusional, punya kekuatan untuk barter atau negosiasi atau dipertukarkan dengan parlemen, check and balances yang kuat," ungkapnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Margarito Kamis memaparkan persoalan PT ini sudah beberapa kali melalui judicial review dan gagal karena terus mengangkat persoalan yang sama.

Ia menambahkan jangan lagi menggunakan argumen yang sama, kita sediakan ahli untuk maju dari DPD RI dan akademisi dan mobilisasi rakyat yang juga sepaham dengan hal tersebut.

“Saya menyarankan DPD RI satu suara, kemudian lakukan konferensi nasional untuk mendiskusikan ini dan didukung oleh pers. Menurut saya pers punya pengaruh dan bisa memperbesar spektrum dari isu ini.  Melalui jurnalism talk saya yakin mampu mendorong persoalan ini hingga orang mengetahui bahwa DPD RI bersama rakyat mengusung kepentingan rakyat terkait PT ini,” ujar Margarito. (rizal)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT