Presiden Pilihan Rakyat

Kamis 09 Des 2021, 06:00 WIB

“Parpol berkewajiban menjaring calon pemimpin bangsa yang terpercaya. Pemimpin yang mampu memberikan nafas kehidupan kepada seluruh rakyatnya” – Harmoko.

Ketentuan ambang batas dalam pencalonan pasangan presiden dan wapres yang dikenal dengan nama Presidential Threshold hingga kini masih menuai kontroversi.

Ada kehendak banyak pihak untuk menurunkan angka ambang batas. Bahkan, tak sedikit yang menghendaki penghapusan ambang batas sebagai syarat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Kehendak ini dapat dipahami jika dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak  lebih luas lagi dalam kontestasi. Membuka peluang lebih banyak lagi tampilnya pasangan calon presiden dan wapres yang kredibel dari beragam latar belakang dan profesi.

Dengan begitu, masyarakat lebih memiliki banyak alternatif memilih pasangan calon pemimpin yang sesuai hati nuraninya. Calon pemimpin yang dapat memajukan bangsa dan negara mewujudkan kesejahteraan umum, kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sebagaimana  cita – cita negeri ini sejak didirikan.

Patut menjadi renungan bersama untuk mengevaluasi syarat ambang batas, jika menjadi kendala dalam memurnikan pelaksanaan demokrasi Pancasila, jika dapat mengganggu terwujudnya cita –cita bangsa. Jika banyak menimbulkan masalah, berimbas buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terbelahnya  dua kubu karena hanya dua pasangan calon presiden dan cawapres  hingga kini masih terasakan. Istilah cebong dan kampret, dulu, begitu populer. Konflik yang timbul lebih runcing akibat polarisasi pemilih dalam dua kubu, dibandingkan ketika banyak calon dalam pemilihan.

Belum lagi soal independensi presidensial, upaya pelanggengan kekuasaan dengan konsentrasi pusat kekuasaan pada pihak – pihak tertentu. Dikhawatirkan munculnya pemilik modal dalam membayang- bayangi kekuasaan. Shadow state , shadow democracy atau apapun namanya perlu kita cegah.

Yang menjadi pertanyaan apakah syarat ambang batas diturunkan angkanya, atau ditiadakan sama sekali? Jawabnya jalan tengah bisa kita tempuh untuk mengatasi masalah, tanpa menimbulkan masalah baru.

Pada kolom “kopi pagi” sebelumnya pernah saya singgung bahwa parpol harus merakyat, kuat dan sehat, untuk menopang kemajuan bangsa dan negara mewujudkan cita- citanya.

Kriteria ini akan teruji lewat pemilihan umum. Kian tinggi perolehan suara, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan publik terhadap parpol tersebut. Itulah perlunya memperketat kualifikasi parpol untuk semakin meningkatkan kepercayaan kepada rakyat, dengan menaikkan ambang batas parlemen – parliamentary threshold, sebut saja 7 atau 6 persen untuk DPR RI. Dan, satu poin di bawahnya, DPRD provinsi kemudian DPRD kabupaten/kota.

Parpol yang sudah melewati ambang batas, baik di DPR RI maupun provinsi dan kabupaten/kota, berarti telah teruji oleh rakyat. Logika politik, parpol tersebut sudah mendapat amanat rakyat mengajukan kadernya sebagai pasangan calon presiden –cawapres. Maknanya presidential threshold tidak diperlukan lagi.

Ini sejalan dengan amanat UUD 1945, dalam pasal 6A bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat dan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

Sedikitnya akan ada lima pasangan capres- cawapres pada pemilu 2024 mendatang, jika ambang batas parlemen ditetapkan 6 persen. Ini, jika merujuk kepada hasil pemilu tahun 2019, dengan komposisi perolehan suara nasional PDIP 19,33 persen, Gerindra 12,57 persen, Partai Golkar 12,31 persen, PKB 9,69 persen, Nasdem 9,01 persen, PKS 8,21 persen, Demokrat 7,77 persen, PAN 6,84 persen dan PPP 4,52 persen.

Siapa yang terpilih, rakyat yang menentukan dengan syarat memperoleh suara di atas 50 persen. Nah, parpol berkewajiban menjaring pasangan calon, tentu yang sesuai kehendak rakyat. Selain berkualitas, memiliki kapabilitas, akseptabilitas dan integritas seperti sering dikatakan pak Harmoko lewat rubrik “Kopi Pagi"nya.

Dengan amanah yang diberikan rakyat, hendaknya parpol dapat menjaring pemimpin yang amanah. Budaya Jawa memperkenalkan ajaran Asta Brata - delapan simbol alam semesta bagi seorang pemimpin.

Di antaranya meniru watak angin – Mahambeg Mring Samirana – yang artinya berhembus ke segala arah , kepada siapapun, di mana pun, memberikan nafas kehidupan bagi rakyatnya, bersikap adil, tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih.

Semoga dengan kian meningkatnya kualitas parpol, dengan terbukanya peluang semakin banyaknya pasangan capres - cawapres pada pemilu mendatang, akan mendongkrak tingkat partisipasi politik rakyat. Tak kalah pentingnya akan terpilih pemimpin bangsa yang mampu mewujudkan impian rakyat menuju negara yang sejahtera, adil dan makmur serta aman dan damai. (Azisoko)

Berita Terkait

Refleksi 2021

Kamis 30 Des 2021, 07:00 WIB
undefined

News Update