SERANG, POSKOTA.CO.ID - Jika diberikan pilihan, tak ada satu orangpun di dunia ini yang menginginkan lahir dalam kondisi keterbatasan fisik maupun fsikis, semuanya menginginkan normal.
Namun apalah daya, manusia hanya bisa berharap sebuah kesempurnaan yang pada akhirnya Tuhan-lah yang akan menentukan nasib serta garis hidup setiap manusia.
Tak ubahnya dengan Handayani, yang lahir dalam keadaan normal seperti bayi pada umumnya, namun dalam perjalanan waktu ternyata ia mengalami kelainan fisik Cerebral Palsy atau suatu kelainan kongenital pada gerakan, otot, atau postur.
Kelainan itu baru dirasakan Handayani ketika usianya menginjak sekitar satu tahun lebih, namun dirinya belum bisa berlatih berjalan sebagaimana usia bayi pada umumnya.
Dan diagnosa itu menguatkannya ketika usianya sampai tiga tahun namun ia belum bisa berjalan seperti Balita pada umumnya. "Setiap mau belajar jalan, selalu terjatuh, karena kaki ini ga kuat menopang badan," katanya mengawali cerita, Sabtu, akhir pekan kemarin.
Meski Handayani mengalami kelainan fisik, namun yang ia ingat sewaktu dirinya masih Balita dulu, asupan Asi dari ibunya selalu lancar sampai usianya menginjak dua tahun.
Cobaan itu kemudian diterima Handayani dengan ikhlas dan lapang dada, sebab cobaan itu bukan kali pertama ia dapatkan.
Di usianya yang baru menginjak tiga tahun, orangtuanya bercerai. Bapaknya pulang ke Ciamis, sedangkan ia tetap tinggal bersama ibunya yang satu rumah dengan uwanya di Cilegon.
Karena kelainan yang dideritanya, Handayani tak bisa berjalan menggunakan kedua kalinya. Ia harus selalu berteman dekat dengan kursi roda kemanapun pergi.
Menginjak usianya masuk tujuh tahun, Handayani kemudian masuk Sekolah Dasar (SD). Ia pulang dan pergi diantar oleh pamannya, sebab ibu tercintanya meninggal tak lama setelah Handayani mendaftar sekolah.
"Iya, ga lama setelah saya daftar sekolah ibu meninggal. Walhasil saya dirawat oleh Uwa dan Paman yang selalu setia mengantar saya pulang dan pergi sekolah sampai lulus SMA," katanya.
Meski sadar dengan keterbatasannya, namun Handayani sejak SD sampai SMA masuk ke sekolah umum. Ia bersaing dengan teman-temannya yang mempunyai fisik secara utuh berfungsi.
Namun hal itu justru yang memotivasi dia untuk giat belajar. Meskipun di dalam perjalannya, cacian dan bulian sudah bukan hal yang baru ia terima.
"Udah sering mas. Dari mulai dikucilkan dari teman-teman saat kerja kelompok maupun belajar, sampai dianggap tidak mampu mengerjakan apa yang bisa mereka kerjakan," ujarnya.
Tekad dan semangat Handayani itu kemudian menghantarkannya selalu menjadi juara tiga besar, baik pada saat duduk di SMP maupun SMA. Bahkan karena kecerdasannya itu, Handayani pernah mengikuti Olimpiade Sains pelajaran tinggal nasional bersaing dengan puluhan pelajar pintar dan normal dari seluruh Indonesia sekitar tahun 2013 di Bandung.
"Waktu itu saya membuat masker dari kulit mangga. Dan alhamdulillah setelah dilakukan uji laboratorium untuk menguji keilmiahannya, akhirnya karya saya menjadi juara dua nasional," ungkapnya.
Berbekal prestasi itu akhirnya Handayani bisa melanjutkan kuliah dengan beasiswa Bidikmisi di Untirta Serang dengan mengambil jurusan sekolah pendidikan khusus.
Memasuki dunia baru ini, Handayani tidak lagi di antar oleh pamannya. Ketika di hari-hari pertama kuliah ia diantar kakaknya yang kebetulan mempunyai usaha di Serang.
Tapi kemudian memilih untuk kos bersama teman-teman kelasnya, yang mereka juga selalu setia membantunya baik ketika di kampus maupun di kosan.
"Ia, alhamdulillah saya ketemu dengan teman-teman yang begitu baik dan mensupport saya," ucapnya.
Di dunia kampus ini, selain kuliah Handayani juga aktif bermain catur. Dari hobinya ini pada tahun 2018 ia mengikuti Papernas catur tingkat nasional untuk tuna Daksa.
Belum sempat menyabet juara, Handayani kemudian pindah ke olahraga lain, yakni Bocia pada tahun 2020, dengan alasan olahraga catur sudah banyak peminatnya.
Di Bocia ini Handayani bertemu dengan Fauzi Saputra yang juga nasibnya tidak jauh berbeda dengan dirinya. Fauzi belajar dan menetap di Cilegon. Dan bersama Handayani inilah, Fauzi kemudian sering berlatih Bocia.
Hingga pada Papernas 2021 kemarin, pasangan Handayani-Fauzi Saputra ini diutus mewakili Provinsi Banten untuk mengikuti Paprnas di Papua dan berhasil mengalahkan tuan rumah dan kontingen-kontingen dari daerah lainnya.
"Alhamdulillah kami dapat medali emas kemarin pas Papernas di Papua," ucapnya.
Atas prestasi itu, Handayani-Fauzi kemudian mendapat kado spesial dari Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) berupa uang kadeudeuh sebesar Rp40 juta yang dibagi dua dengan Fauzi.
"Uangnya masih di tabung, mau buat ngebenerin rumah tapi masih tanggung. Dikumpulin aja dulu," ungkapnya.
Saat ini Handayani masih aktif mengajar di SLB Alkautsar di Kota Cilegon untuk tingkat SMP dan SMA. Di sekolah ini Handayani mengajar anak-anak spesial yang dengan penyandang tuna grahita atau kelambatan inteligensia.
"Kepada anak-anak didik saya di sekolah, saya selalu mengajarkan optimisme dan harapan kepada mereka. Karena sejatinya, kekurangan yang kita miliki ini, ada kelebihan yang Tuhan berikan kepada kita, dan itu harus kita optimalkan," pesannya. (kontributor Banten/luthfillah)