Garis Hidup Imperialisme muncul dari realitas pertarungan geopolitik post columbian. Pada kurun waktu itu negara-negara maju saling berlomba untuk memperebutkan penguasaan sumber bahan baku; memperluas pasar bagi hasil-hasil industrinya; ataupun karena nafsu dasar untuk memperluas wilayah suatu negara sebagaimana terjadi dengan ambisi Jerman ketika menganeksasi Polandia pada tahun 1938.
Apapun alasannya, perebutan ruang hidup telah menciptakan kesengsaraan bagi bangsa-bangsa terjajah. Penjajahan membunuh kemanusiaan dan masa depan suatu bangsa.
Realitas penjajahan itulah yang mendorong para pendiri bangsa untuk mencita-citakan suatu tata dunia baru yang bebas dari penindasan. Kerena itulah desain kemerdekaan Indonesia bukan hanya bermakna bagi terwujudnya negara merdeka yang berdaulat penuh; namun disertai dengan tekad agar kemerdekaan Indonesia untuk persaudaraan dunia.
Persaudaraan dunia secara imajinatif digambarkan dalam suatu analogi taman sari. Di dalamnya penuh bunga beraneka warna. Setiap bunga memberikan wewangian yang khas, atau suatu identitas yang membuatnya berbeda dengan lainnya. Dalam taman sari itu nampak betapa dunia begitu berwarna.
Warna indah beragam yang saling memperkaya. Dalam aneka warna itu, keseimbangan ekosistem selalu terjaga. Air kehidupan menyatu, menyempurnakan alam raya yang diberkahi energi tata surya.

Ilustrasi. (ucha)
Mekanisme fotosintesis yang terjadi menghasilkan oksigen bagi nafas kehidupan. Semua proses alami tersebut bekerja dalam suatu keseimbangan. Dunia yang penuh dengan semangat membangun persaudaraan dunia itulah taman sari itu. Dalam gambaran taman sari itu Bung Karno menegaskan Indonesia sebagai taman sari peradaban dunia.
Namun Taman Sari dalam imajinasi Sukarno tersebut akan rusak manakala dunia diliputi oleh nafsu. Nafsu untuk mengejar kapital. Nafsu untuk menciptakan sistem produksi yang memusatkan kekuatan pada konsentrasi kapital yang menyengsarakan kaum buruh.
Nafsu yang berangkat dari kapitalisme itulah yang menciptakan kolonialisme dan imperalisme. Agar hal ini tidak terjadi, Indonesia harus menggalang kekuatan internasional, the New Emerging Forces. Suatu aliansi kekuatan negara-negara yang bergandengan tangan bersama, tanpa membeda-bedakan ideologi, namun disatukan bagi dunia baru yang lebih berkeadilan, lebih makmur, serta mengusung kesetaraan antar bangsa merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri secara berdaulat.
hasto
Dalam upaya itu, Sukarno mengusulkan pentingnya memindahkan Markas Besar PBB ke negara yang tidak terlibat dalam salah satu blok yang saling bertikai. Sukarno juga mengusulkan agar Piagam PBB diganti dengan Pancasila yang jauh lebih maju dan relevan bagi terwujudnya persaudaraan dunia.
Pancasila sebagai dasar politik luar negeri Republik Indonesia dapat dipakai sebagai dasar Piagam PBB karena Pancasila memberikan jaminan kepada pemecahan soal-soal antara manusia dan manusia, maupun antar bangsa dan bangsa.
Membangun persaudaraan dunia dengan demikian menjadi narasi kebijakan luar negeri Indonesia yang selalu relevan sepanjang jaman. Terlebih ketika dunia masih diwarnai konflik yang belum selesai di Timur Tengah, ketegangan di Laut Tiongkok Selatan, krisis di Afganistan, serta memanasnya kembali persoalan geopolitik di Ukrania. Dunia memerlukan aliansi pembawa damai yang seharusnya dimotori oleh indonesia.