ADVERTISEMENT

Suara Kebangsaan: Jiwa Kepahlawanan

Sabtu, 26 Juni 2021 07:00 WIB

Share
Suara Kebangsaan: Jiwa Kepahlawan. (foto: ilustrasi)
Suara Kebangsaan: Jiwa Kepahlawan. (foto: ilustrasi)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh Hasto Kristiyanto

GELORA politik menjelang 2024 semakin terasa. Berbagai dansa politik telah dimainkan. Wajah politik pencitraan kian dikedepankan. Lembaga survei pun semakin gencar memberitakan. Namun alam berkehendak lain. Tanpa disangka, gelombang Covid-19 hadir dengan daya yang kian mematikan. Di sinilah Covid-19 memaksa berbagai ambisi politik kekuasaan untuk dikoreksi pada makna yang paling hakiki dari politik: berjuang bagi kemaslahatan rakyat.

Dalam situasi Covid-19 yang semakin luas dampaknya terhadap kehidupan rakyat tersebut, pesan politik apa yang disampaikan? Bagaimana Covid-19 memengaruhi agenda dan strategi Pemilu tahun 2024? Apakah Covid-19 muncul sebagai “senjata” yang diciptakan akibat rivalitas beberapa negara tertentu, atau muncul secara alami?

Apakah pandemi memiliki dampak terhadap menguatnya gotong royong nasional, atau justru sebaliknya, membawa berbagai dampak yang belum terprediksi saat ini?

Jawaban atas berbagai pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Apa yang terjadi merupakan bagian dari dialektika peradaban, ketika dunia menghadapi berbagai bentuk ketidakpastian, bahkan berbagai disrupsi akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diimbangi dengan amal bagi kemanusiaan. Sebab sains & teknologi tanpa amal, bisa melahirkan bencana kemanusiaan sehingga muncul berbagai analisis bahwa Covid-19 adalah hasil ulah rekayasa biologi dan genetika karena hasrat dominasi suatu negara.

Praktek ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjauhkan dari kemanusiaan itulah  yang disoroti oleh Prof. Dr. (H.C.) Megawati Soekarnoputri di dalam orasi ilmiahnya pada saat menerima gelar profesor, guru besar tidak tetap di Universitas Pertahanan pada tanggal 11 Juni 2021 yang lalu.

Ilustrasi Covid-19 memengaruhi agenda dan strategi pemilu 2024. (foto: poskota.co.id)

Menurut Megawati, ketika disrupsi akibat perkembangan teknologi menjauhkan amal kemanusiaan, membelah rasa kebangsaan, menempatkan superioritas pada opini bukan fakta, dan menjauhkan nilai keadilan sosial, di situlah Pancasila menjadi landasan yang menyeimbangkan bahkan mengoreksi agar teknologi tetap menempatkan supremasi nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Terlebih ketika teknologi dicermati dalam perspektif Ketuhanan, maka teknologi tersebut harus mendorong persaudaraan seluruh umat manusia yang bertanggung jawab sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Lebih lanjut Megawati menegaskan bahwa teknologi dengan nilai Ketuhanan ini, menjadikan bumi seisinya untuk dijaga kelestariannya, keharmonisannya, dan menjadi rumah bagi seluruh makhluk hidup agar selalu berada dalam keseimbangan ekosistem kehidupan seluruh alam semesta. Aspek Ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan sosial yang dibalut dalam kehidupan bangsa yang penuh tradisi gotong royong inilah yang relevan untuk terus diterapkan di dalam menghadapi pandemi akibat semakin ganasnya berbagai varian Covid-19.

Megawati telah mengingatkan bahwa gotong royong menjadi pembentuk kohesivitas bangsa itu. Selain itu, Megawati juga menegaskan pentingnya tanggung jawab pemimpin. Tanggung jawab yang diukur bukan hanya dari keberhasilan masa lalu, namun juga saat ini, dan tanggung jawab bagi masa depan bangsa dan negara.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT