SERANG, POSKOTA.CO.ID - 10.000an buruh bakalan sepakat mogok kerja lima hari, semua industri di Banten dipastikan berhenti beroperasi.
Rencana ini setelah 15 serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) sepakat akan melakukan mogok kerja selama lima hari terhitung sejak hari Senin-Jumat (6-10/12/2021).
Mogok kerja itu dilakukan dalam rangka bentuk protes mereka terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) terkait kenaikan UMK yang jauh dari tuntutan para buruh.
Ketua DPD SPN Provinsi Banten Intan Indria Dewi saat dikonfirmasi memastikan semua buruh yang ada di Banten pada hari itu tidak ada yang bekerja sesuai dengan kesepakatan bersama antar serikat.
"Mogok kerja itu dilakukan dengan aksi unjuk rasa ke Pemprov Banten dengan jumlah masa mencapai 10.000, sampai pak Gubernur mau merevisi surat keputusannya itu," ungkapnya, Kamis (2/12/2021).
Untuk memastikan semua buruh mengikuti aksi mogok kerja, setiap serikat akan melakukan aksi sweeping ke sejumlah pabrik untuk menyisir satu per satu buruh yang masih bertahan di dalam.
"Nanti ada tim kita yang melakukan sweeping itu. Kalau masih ada yang bekerja, kita akan hentikan demi suksesnya agenda besar ini," katanya.
Dia menilai Surat Keputusan Gubernur Banten Wahidin Halim soal penetapan UMK Banten masih menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.
Intan melanjutkan, artinya Wahidin Halim tidak melihat aspirasi dan usulan masyarakat buruh.
Bahkan, Wahidin Halim memutuskan untuk tidak menaikan UMK untuk Kabupaten Serang, Tangerang dan Pandeglang.
Lihat juga video “Kaget Toilet SPBU Dikenakan Tarif, Erick Thohir Tegur PT Pertamina”. (youtube/poskota tv)
"Kami mendorong gubernur merevisi SK dan menetapkan UMK 5,4 persen bagi seluruh kabupaten/kota se Banten," katanya.
Selain itu dia meminta Gubernur Banten untuk mendesak Pemerintah Pusat untuk mencabut Undang-Undang Omnibus Law atau UU Cipta Kerja. Karena dinilai, UU inilah yang membuat buruh sengsara.
"Kami pun menuntut pemerintah untuk berlakukan upah minimum sektoral kabupaten/kota," tutupnya. (luthfillah)