Kawin Kontrak Rugikan Perempuan

Kamis 25 Nov 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi kawin kontrak berujung kekerasan. (foto: istimewa)

Ilustrasi kawin kontrak berujung kekerasan. (foto: istimewa)

Oleh Sumiyati, Wartawan Poskota

FENOMENA Kawin Kontrak yang marak terjadi di Puncak, Bogor dan Cianjur, Jawa Barat, kini mulai disorot berbagai pihak, pasca tewasnya seorang perempuan bernama Sarah (21) warga Kabupaten Cianjur yang dinikahi Abdul Latif (29) yang merupakan WNA Arab Saudi.

Pria Timur Tengah tersebut bertindak keji dengan menyiksa, melakban dan menyiram istri sirinya dengan air keras.

Nyawa Sarah tak tertolong saat menjalani penanganan medis di RSUD Cianjur, pada Sabtu (20/11/2021) malam.

Pelaku menyiksa korban lantaran cemburu buta dengan pria lain.

Polisi mengatakan telah mengamankan barang bukti air keras yang digunakan Abdul untuk menganiaya Sarah.

Katanya, Abdul membeli air keras itu secara online sejak beberapa hari sebelum kejadian.

Atas perbuatannya itu, polisi menjerat Abdul Latif dengan pasal berlapis, yaitu pasal 340 KUHP Tentang Pembunuhan Berencana dan Pasal 338 Tentang Pembunuhan serta pasal 351 KUHP Tentang Penganiayaan Hingga Mengakibatkan Korban Meninggal dunia.

Komnas Perempuan dan Perlindungan Anak mengecam keras peristiwa tragis tersebut karena kawin kontrak berisiko besar dan sangat merugikan kaum perempuan dan anak-anak yang keberadaannya tidak mendapatkan perlindungan secara hukum.

Kawin kontrak dan nikah siri sangat bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.

Di satu sisi kawin kontrak yang marak terjadi tersebut dijadikan ladang emas bagi penduduk desa yang memiliki anak perempuan cantik dan seksi.

Ironisnya kasus kawin kontrak ini difasilitasi oleh penduduk setempat dengan menyediakan jasa penghulu bahkan wali hakim jika sang perempuan tak disetujui orang tuanya.

Harta berkecukupan dengan pemberian uang bulanan serta bisa diajak jalan-jalan keluar negeri oleh suami kontraknya itu membuat kaum perempuan menjadi silau akan mewahnya kehidupan warga negara asing yang hanya tinggal sementara di Indonesia untuk urusan binis dan pekerjaan.

Bagaimana jika dalam kawin kontrak tersebut membuahkan keturunan, bagaimana dengan legalitas kependudukan dan hak-hak dasar anak seperti kebutuhan hidup dan hak pendidikan.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, kekerasan yang mengakibatkan kematian perempuan alias femisida naik selama tiga tahun terakhir hingga melampaui 1.100 kasus per tahun.

Mengapa para pemuka agama dan tokoh masyarakat setempat terkesan melegalkan kebebasan seks? Hanya karena pundi-pundi uang dari warga negara asing yang nilainya cukup fantastis saat pernikahan kontrak digelar berupa mahar dan biaya lainnya yang mencapai ratusan juta rupiah.

Lihat juga video “Mesum di Taman Jatiasih Beaksi, Sepasang Muda-mudi Hebohkan Sosial Media”. (youtube/poskota tv)

Di sinilah peran masyarakat, para pemuka agama, MUI dan pemerintah untuk terus memberikan edukasi tentang dampak negatif dan risiko besar dari sebuah kawin kontrak kepada masyarakat Indonesia, khususnya daerah yang diduga menjadi pusat dari perkawinan kontrak.

Kementerian PPPA juga harus mengampanyekan tentang bahaya kawin kontrak atau nikah siri dan isu-isu lainnya yang menyertainya, seperti kekerasan terhadap perempuan dan anak sehingga hal yang tidak dingiinkan dapat dicegah secara dini. (*)

Berita Terkait

Jangan Bekerja Seperti Robot

Kamis 25 Nov 2021, 02:42 WIB
undefined

News Update