ADVERTISEMENT

Potensi Gelombang ke-3 Covid-19 di Indonesia, Ini Lho Kata Pakar Epidemiolog Soal Strategi Mitigasi

Senin, 15 November 2021 21:27 WIB

Share
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman. (rizal/tangkapan layar)
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman. (rizal/tangkapan layar)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Terkait prediksi terhadap potensi gelombang ke-3 di Indonesia Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan adanya prediksi terhadap potensi gelombang ke-3 di Indonesia itu harus menjadi landasan untuk menyusun strategi mitigasi.

"Ini penting sekali, tentu harapan, prediksi ini tidak terjadi. Dengan menyiapkan skenario terburuk. Bahwa potensi cepat terjadinya satu gelombang, tentu tidak ada yang bisa memprediksi dengan tepat," kata Dicky Budiman, saat dihubungi Senin, (15/11/2021).

Namun begitu, adalah kewajiban kita semua untuk melihat data secara komprehensif di dunia yang tidak bisa dipisahkan dengan kondisi di Tanah Air.

Sebagai gambaran setiap Eropa bergolak atau mengalami gelombang yang besar, maka Indonesia akan mengalami gelombang Covid-19.

"Terutama ketika gelombang itu cukup besar. Umumnya, setiap gelombang yang terjadi Indonesia selalu belakangan mengalami dampaknya. Dan selisih antara Eropa dengan Indonesia tiga sampai empat bulan dari sejak kejadian gelombang," bebernya.

Saat ini, ungkapnya, Meskipun cakupanya vaksinasinya di Eropa lebih dari 60%, beberapa negara Eropa sudah mengalami kenaikan dan sudah bersiap mengalami mekanisme lockdown.

"Bahkan beberapa negara di Eropa sudaha melakaukan Lockdown, termasuk Tiongkok di beberapa wilayahnya," tegasnya.

Ini adalah pesan sangat serius, bahwa ketika satu kawasan atau satu negara vaksinasinya lebih dari 60%, namun tidak serta merta menghilangkan potensi adanya ledakan baru yang bahkan hampir serupa dengan yang terjadi seperti sebelumnya membebani fasilitas kesehatan.

"Dan anggapan bahwa ledakan atau gelombang berikutnya hanya kelompok orang yang tidak divaksinasi karena tidak sepenuhnya tepat. Karena data yang di Eropa, misalnya di Jerman atau pun di Belanda itu menunjukan, yang dua-duanya cukup tinggi cakupannya sudah lebih  dari 60%, bahwa setidaknya 75% sampai 90% kasus yang dirawat dan sakit parah memang betul tidak divaksinasi. Tapi sisanya, lanjut Dicky, 10%-25% itu yang sudah divaksinasi," tegasnya.

Mengambil kesimpulan lain, bahwa adanya penurunan proteksi pada kelompok yang divaksinasi ternyata mempunyai peran dalam terjadinya ledakan kasus Covid-19.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT