JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kabar baik soal obat yang ampuh menyembuhkan pasien Covid-19.
Menurutnya obat yang diproduksi langsung oleh perusahaan Farmasi asal Amerika Serikat (AS), Merck yakni tablet Molnupiravir akan segera tiba di Indonesia.
Obat tersebut sedang diupayakan tiba di Indonesia setelah pemerintah membuat kesepakatan untuk mendatangkannya.
Kesepakatan untuk memboyong obat itu ke Indonesia sendiri tak lepas dari upaya Budi Gunadi selaku Menkes dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Kedua orang itu dikabarkan belum lama ini telah melakukan kunjungan kerja di Amerika Serikat (AS) untuk dapat mengunci kesepakatan.
Kabar tersebut disampaikan langsung oleh Menkes Budi Gunadi dalam konferensi pers yang diunggah oleh kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (25/10/2021).
"Kami sudah sampai ke tahap finalisasi dari agreement, agar Indonesia bisa mengadakan tablet Molnupiravir. Diusahakan di akhir tahun ini," kata Menkes Budi Gunadi.
Bukan hanya itu saja, Budi Gunadi juga menuturkan kalau pihaknya sedang melakukan negosiasi dengan perusahaan Merck agar mau membuat produksi obat Covid-19 Molnupiravir di Indonesia.
Rencana itu dibuat oleh Budi Gunadi lantaran ia ingin agar Indonesia sendiri bisa lebih siap dalam menghadapi ancaman terhadap adanya gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia.
Sebelumnya Kemenkes juga sudah melakukan uji klinis terhadap obat-obatan baru untuk pasien Covid-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga turut dilibatkan.
Terkait hal itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, obat-obatan yang tengah diuji tersebut bersifat monoclonal antibodies.
Misalnya obat-obatan besutan produsen Ely lili, Renegeron, maupun Celltrion. Lalu ada juga obat-obatan yang bersifat antivirus misalnya Molnupiravir buatan Merck & Co, perusahaan Amerika Serikat.
"Obat-obatan tersebut sudah kita approach pabrikannya dan kita juga sudah merencanakan untuk beberapa sudah mulai uji klinis," ungkap Menkes Budi, Senin (4/10/2021).
Eks Direktur Utama Bank Mandiri ini berharap, uji klinis obat-obatan baru untuk pasien Covid-19 selesai akhir tahun 2021.
"Diharapkan di akhir tahun ini sudah bisa mengetahui obat-obat mana yang kira-kira cocok untuk kondisi masyarakat kita," harapnya.
Untuk diketahui, obat antivirus Covid-19 yang dikembangkan Merck & Co atau Pil Merck kini sedang jadi sorotan.
Pasalnya, molnupiravir diklaim jadi obat penangkal Covid-19 pertama yang siap minum, dan kabarnya memiliki manfaat kurangi tingkat keparahan hingga kematian pada pasien Covid-19.
Mengutip Channel News Asia, molnupiravir tinggal menunggu izin dari otoritas setempat, jika itu terjadi maka obat tersebut akan jadi antivirus siap minum pertama untuk Covid-19.
"Antivirus minum atau oral ini bisa mempengaruhi risiko rawat inap dan menurunkan keparahan," ujar Amesh Adalja, peneliti di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins.
Pil ini disebut-sebut bisa membuat pengobatan Covid-19 jadi lebih praktis dan efektif serta memudahkan logistik pengiriman obat.
Apalagi pengobatan remdesivir yang digunakan sebagai antivirus penanganan Covid-19, umumnya diberikan pada orang yang dirawat di rumah sakit.
"Ini akan mengubah standar cara penanganan Covid-19," tutur Chief Executive Merck, Robert Davis
Tidak seperti kebanyakan vaksin Covid, yang menargetkan protein spike di luar virus, pengobatan ini bekerja dengan menyasar enzim yang digunakan oleh virus untuk membuat salinan dirinya sendiri.
Merck, yang dikenal dengan nama MSD di Inggris, mengatakan bahwa cara kerja tersebut membuat obat ini tetap efektif dalam melawan berbagai varian baru virus yang muncul di masa depan.
Saat ini molnupiravir sudah menyelesaikan hasil uji coba tahap 3, dengan hasil yang cukup memuaskan.
Analisis sementara menyebutkan dari 775 pasien diamati khususnya mereka yang berisiko dirawat di rumah sakit atau berisiko meninggal, karena mengalami gejala berat.
Hasilnya ditemukan bahwa 7,3 persen dari total pasien, diberi molnupiravir dua kali sehari selama lima hari dirawat di rumah sakit, dan tidak ada yang meninggal selama 29 hari setelah pengobatan diberikan.
Hasil ini dibandingkan dengan pasien yang dirawat inap 14,1 persen dari total pasien mendapatkan pil plasebo atau obat kosong. Dari kelompok plasebo ini terjadi 8 kematian akibat Covid-19. (cr03)