Dalam dunia olah raga, juga diajarkan kepatuhan terhadap aturan main, patuh pada wasit, dan untuk mencapai kemenangan, seluruh atlet taat sepenuhnya pada aturan main. Melalui dunia olah raga, nilai-nilai kompetisi dipahami secara fair. Siapapun yang menjadi juara dipastikan terjadi karena prestasi. Karena itulah tidak heran, ketika melalui dunia olah raga bergelora suatu semboyan “Mensana in corpore Sano”, yang artinya dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat dan kuat.
Semangat Mensana In Corpore Sano inilah yang juga digelorakan Bung Karno guna membentuk karakter dan identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa pemimpin. Bagi Bung Karno, suatu bangsa juga harus mengembleng diri melalui Latihan terus menerus seperti layaknya olah raga. Latihan akan melahirkan stamina. Tidak hanya stamina, olah raga mengajarkan begitu banyak hal penting bagi dunia politik.
Kegaduhan yang terjadi akibat pernyataan Gatot Nurmantyo misalnya, dapat dilihat dalam perspektif nilai yang terkandung dalam olah raga. Berbagai energi negatif yang terus saja disuarakan, selalu melihat masa lalu, membangkitkan luka lama, dan tidak mampu melihat Indonesia dari perspektif masa depan. Baginya masa depan adalah masa lalu.
Belajar dari dunia dunia olah raga, semua pihak wajib taat pada aturan main. Kalau di dalam dunia olah raga seorang pelatih (baca: pemimpin) selalu melihat prestasi, maka di dalam dunia politik apalagi. Pemimpin melihat masa depan dengan mengambil nilai-nilai perjuangan masa lalu, merefleksikan dengan jujur pada masa kini, dan merajut masa depan dengan cara pandang yang obyektif, positif, dan terus membangkitkan optimisme.
Apa yang diajarkan oleh Panglima Besar Jendral Sudirman, Jendral Gatot Subroto, Jendral Ahmad Yani, Jendral Besar AH Nasution, dan begitu banyak tokoh TNI lainnya, kesemuanya menempatkan pentingnya sikap negarawan. Para negarawan besar tersebut mengajarkan pentingnya persatuan bangsa. Persatuan bangsa dibangun kokoh di atas ideologi Pancasila.
Dengan ideologi Pancasila khas Indonesia ini maka bangsa Indonesia membangun jatidirinya agar selalu eksis di dalam menghadapi berbagai bentuk ideologi lain, baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan, yang sama-sama mengandung benih-benih ekstrimisme yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, musyawarah, dan keadilan sosial.
Karena itulah belajar dari berbagai lontaran energi negatif yang masih saja sering terjadi dalam dunia politik, pembelajaran dari dunia olah raga menjadi penting. Dunia politik bisa mengambil spirit yang terkandung dalam olah raga. Dalam kehidupan dunia politik, praktek yang terjadi, masih sering diwarnai berbagai bentuk pencitraan daripada mengejar prestasi.
Demikian halnya dengan praktek memecah belah bangsa, membangun rasa curiga, dan kesemuanya dengan narasi lama yang terus saja menakut-nakuti rakyat Indonesia. Demikian halnya praktek menghalalkan banyak cara. Dunia politik penting untuk memahami budaya berprestasi dalam olah raga.
Dunia politik harus membangun budaya berprestasi. Budaya politik harus memahami pentingnya taat pada aturan main. Dunia politik, harus menghormati peran wasit, agar seluruh kontestasi politik, menampilkan ciri-ciri persaingan untuk mendapatkan kekuasaan politik yang penuh dengan nilai-nilai kejujuran, fairness, patuh pada rules of the game, dan memahami pentingnya suatu proses di dalam mencapai tujuan. Pendeknya, dunia politik harus meningkatkan harkat martabatnya bagi peningkatan peradaban manusia Indonesia dan dunia.
Dengan berbagai nilai positif dalam dunia olah raga tersebut, maka PON XX di Papua menjadi momentum kebangkitan banyak hal: bangkit dari pandemi; bangkit dari kelesuan ekonomi akibat pandemi; dan bangkit dalam semangat persaudaraan melalui olah raga.
Jadi daripada menanggapi energi masa lalu yang mencoba membangun rasa saling curiga, lebih baik ikut-ikutan olah raga. Berolahragalah, maka pikiran dan jiwa menjadi sehat. Kita gelorakan semanangat olah raga dari Papua. Merdeka!!!