Namun ada pemandangan baru ketika Poskota.co.id mendatangi rumah Fani kali ini.
Di depan rumahnya sudah terdapat tiga tumpukan semen yang dijadikan tempat sandaran sepeda Fatimah.
Kepada Poskota.co.id, Fani mengaku beberapa hari yang lalu ia mendapatkan bantuan sumbangan beberapa sak semen, pasir dan bata merah untuk menutup dapur yang sempat roboh terkena angin kencang.
“Iya mas Alhamdulillah kemarin ada bantuan itu. Selain itu juga ada bantuan uangnya Rp2,5 juta,” ceritanya.
Beberapa kali mendatangi rumahnya, senyuman Fatimah selalu mengembang di bibir cantiknya yang seakan menyambut kehadiran kami dengan ramah.
Pun dengan sore itu. Pada senyum manis si kecil Fatimah, seakan membawa pesan sesulit apapun beban hidup yang dijalani, harus dilalui dengan ikhlas agar bisa tetap ceria.
“Iya pak, waktu itu saya masih kecil, baru satu tahun kayanya ketika ibu meninggal,” katanya saat ditanya terkait momentum ibunya meninggal 11 tahun lalu.
Diakui Fatimah, meski usianya baru satu tahun, namun momentum kepergian ibunya tercinta 11 tahun lalu masih membekas jelas di ingatannya hingga sampai saat ini.
Fatimah masih ingat bagaimana saat itu ia menyaksikan seorang ibu tercintanya merintih menahan sakit tumor yang dideritanya.
Dari sakitnya yang menahun itulah yang mengantarkan ibunya tenang sampai di pangkuan sang Ilahi.
"Mungkin dengan cara Allah memanggil ibu, rasa sakit itu sudah tidak lagi dirasakan oleh ibu,"ucap Fatimah mencoba menahan air matanya, yang sudah menganaksungai mengenang kejadian pilu 11 tahun lalu.
Tak mau terlihat meneteskan air mata, dengan Jilbab cream-nya yang sudah terlihat kotor dan kusam Fatimah menyeka air matanya.
Jilbab itu selalu ia kenakan setiap harinya, terutama ketika bermain. Menurut pengakuannya, ia hanya mempunyai jilbab itu satu-satunya yang dipakai setiap bermain.