JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Persoalan stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita sehingga memiliki tubuh terlalu pendek dibandingkan anak seusianya, masih menjadi tantangan besar yang dihadapi bangsa ini.
"Angka stunting saat ini ada pada kisaran 27,6 persen atau hampir 30 persen. Presiden menargetkan kita untuk dapat menekan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 atau sekitar 2,5 persen per tahunnya," kata Safriati Safrizal, Ketua Bidang IV Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Pusat, dalam keterangannya yang diterima Poskota.co.id, Selasa (21/9/2021).
Hal itu juga dikatakan Safriati dalam acara rutin Obrolan Santai Kader Inspiratif (Obras KainPKM), untuk menyosialisasikan Gerakan Keluarga Sehat, Tanggap dan Tangguh Bencana, belum lama ini.
Acara yang bertemakan 'Merdeka dari Stunting, Penyebab dan Solusi Pencegahan' ini, dibuka langsung oleh Safriati Safrizal, dihadiri Meydy DS Malonda, Sekretaris 3 Pengurus Pusat TP PKK selaku moderator dan narasumber Qonita Rachmah, Co-Founder @klinikmpasi dan @ahligiziid.
Dalam sambutannya, Safriati Safrizal menegaskan, Tim Penggerak PKK sejatinya mendapat amanat dan tanggung jawab besar untuk segera menurunkan stunting di tanah air. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang baru sepekan lalu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Perwakilan TP PKK Kemendagri memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) ke salah satu warga di Kabupaten Sukabumi. (foto: ist)
Safitri menambahkan, untuk dapat memenuhi target tersebut, perlu didukung oleh semua pihak. Upaya pencegahan dan penanganan stunting sebaiknya juga dilakukan secara paralel. "Baik dari TP PKK tingkat kabupaten atau kota, serta desa dan kelurahan," ujarnya.
Bahkan, untuk menyukseskan program tersebut, ia mengaku, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi lebih gencar.
"Di antaranya, fokus pada bina keluarga baduta atau balita (BKB), pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI). Serta fokus mengedukasi pemantauan tumbuh kembang anak di 1000 hari pertama kehidupan," imbuhnya.
Seperti dilakukan Safitri, yang tengah terjun ke desa melakukan kunjungan silaturahmi di Kota dan Kabupaten Sukabumi dalam rangka memberi bantuan untuk keluarga risiko tinggi stunting dan Covid 19.
"Permasalahan stunting atau atau anak kurang asupan gizi ini berpotensi mengganggu SDM (sumber daya manusia) kita di masa depan. Generasi bangsa harus kita persiapkan dari sekarang untuk memiliki kesehatan dan daya saing tinggi," pungkasnya.
Qonita Rachmah, ahli kesehatan dan gizi yang didapuk selaku narasumber membenarkan, bahwa penanganan stunting atau atau anak kurang asupan gizi merupakan program prioritas nasional yang harus didukung dan turut disukseskan di daerah.
Tonton juga video 'Kerasnya Perjuangan Buruh Cuci Yatim Piatu Demi Hidupi Anak dan 3 Adiknya'. (youtube/poskota tv)
Salah satu caranya, harap Qonita, dengan melakukan rembuk stunting dan penguatan komitmen pimpinan daerah serta lintas sektor, lintas program dan masyarakat dalam percepatan penurunan stunting. Sehingga, pencegahan stunting dapat menjadi gerakan masif dan struktur.
"Untuk menurunkan preferensi stunting ini, perlu 'keroyokan'. Ini tugas kita bersama, karena masalah stunting melibatkan multipihak. Baik, non-pemerintah, ormas, akademisi, media, UKM dan mitra pembangunan untuk duduk bersama, apa yang bisa kita lakukan di wilayah kita. Seperti memastikan kecukupan suplai makanan di wilayah kita," timpal Qonita. (*/ys)