SERANG, POSKOTA.CO.ID – Dicerai suami ketika hamil muda seakan menjadi garis hidup yang ditakdirkan-Nya kepada Fani Handayani (20).
Usia pernikahannya dengan Muhammad Wahyu (22) hanya seumur jagung. Padahal sebelumnya, Wahyu menjanjikan kebahagiaan sampai akhir hayat keapda Fani.
Fani diketahui tengah mengandung buah cintanya dengan Wahyu ketika talak sudah dijatuhkan kepada dirinya 10 Juni 2021 silam.
Meski ia sudah menyadari kehamilannya sejak bulan April 2021, namun ia urung melakukan pemeriksaan kehamilannya.
“Nikah, kan, bulan Desember 2020. Nah, pas bulan April 2021 saya baru sadar udah telat haid dua bulan,” katanya mengawali cerita, Senin (20/9/2021).
Seiring berjalannya waktu, kondisi rumah tangga Fani dengan Wahyu sering terjadi perselisihan, hingga sampai puncaknya di bulan Juni itu Wahyu mencerai Fani dengan talak berlipat.
“Dia sudah beberapa kali mengatakan talak kepada saya sebenarnya sebelumnya juga, tapi tidak saya hiraukan. Nah, pas bulan Juni itu puncaknya ia mentalak saya sebanyak delapan kali,” ucap Fani.
Fani yang kala itu tinggal bersama orang tua Wahyu harus terpaksa kembali ke rumahnya bersama ayah serta kedua adiknya.
Kakaknya, Dahlia, kala itu masih tinggal bersama mertuanya di Karawang, ayahnya Fani juga masih bekerja mendorong odong-odong.
Sepulang di rumah Fani kemudian memberanikan diri untuk memeriksa kehamilannya di Puskesmas terdekat.
Setelah dilakukan pemeriksaan, benar saja kandungannya sudah jalan dua bulan.
“Kala itu saya langsung menghubungi mantan suami saya untuk meminta pertanggungjawaban, setidaknya untuk biaya berobat rutin dan USG sampai persalinan.
"Namun dia justru mengelak, termasuk ketika diajak berbicara baik-baik di rumah juga tidak mau,”ujarnya.
Belum usai dengan persoalan kehamilan dan suamminya yang tidak mau bertanggung jawab, musibah selanjutnya datang lagi, ayah Fani meninggal dunia karena sakit.
Bak mendengar petir di siang bolong, Fani langsung terkaget. Ia pun sok dan langsung kembali terpuruk.
“Sekitar 15 hari saya sakit kala itu. Pertama mungkin karena pikiran, kedua karena musibah kehilangan bapak,” ungkapnya.
Sepeninggal bapaknya, Dahlia bersama suaminya kemudian pulang ke rumah. Mereka berdua memutuskan untuk tinggal bersama Fani dan kedua adiknya yang masih usia sekolah.
Dengan tanpa keahlian dan izajah sekolah yang memadai, Dahlia mencoba mencari lowongan pekerjaan ke sana-kemari, namun tak menghasilkan apa-apa. Pun dengan suaminya.
“Walhasil kondisi perekonomian kami sangat terpuruk. Padahal, sebelum saya bercerai, kondisnya cukup terbantu dari bantuan yang diberikan mantan suami saya setiap bulannya, meskipun hanya Rp300 ribu,” katanya.
Namun saat ini Fani sudah bisa menerima semua kondisi serta takdir yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Ia sudah mencoba untuk mandiri dan melupakan semua tentang mantan suaminya itu.
“Alhamdulillah secara psikologi sekarang sudah biasa saja, hanya saja belum bisa bekerja karena masih risi dengan kondisi kandungan yang sudah memasuki usia enam bulan,” ucapnya.
Beban Fani juga terbantu dengan adanya orang yang akan mengadopsi anak yang ia kandung itu.
Setiap minggu orang itu memberikan uang kepada Fani sebesar Rp200 ribu untuk vitamin si cabang bayi serta bantuan sembako.
“Dia orang Ciruas, dulu ngontrak di dekat sini. Sudah punya anak satu tapi katanya tidak bisa mempunyai anak lagi, makanya mau mengadopsi calon bayi dari saya,” ungkapnya.
Saat ini yang menjadi fokus dirinya adalah bagaimana nanti proses persalinannya, sebab dirinya bersama anggota keluarga lainnya tidak mempunyai jaminan BPJS Kesehatan.
“Ga punya BPJS mas, makanya ini yang saya pikirkan nanti,” tutupnya. (Kontributor Banten/Luthfillah)