SOAL budaya bangsa, kita wajib mera memiliki. Tapi Helmi, 25, dari Bengkulu ini lumayan kaco. Terhadap Bu Dayat, 30, bini tetangganya, dia merasa memiliki juga!
Pas bini Widayat, 35, ini sendirian di kebun, langsung disergap dan diajak berhoho-hihi. Ketika Bu Dayat menolak malah dianiaya.
Ketika bangsa kita mulai berkiblat ke Barat dan Timur Tengah, para tokoh selalu mengingatkan agar kita punya sense of belonging (rasa memiliki) terhadap budaya sendiri.
Dulu suami istri berpapi-mami, sudah dianggap kebarat-baratan. Tapi sekarang, makin banyak orang menyebut istri sebagai umi dan suami sebagai abi.
Kakak dipanggil akhi atau uhti, padahal kita sudah punya mas dan mbak. Karena kadung kearab-araban jadi melupakan budaya sendiri.
Helmi warga Merigi Kabupaten Kapahiang, Bengkulu, selalu konsisten dengan pesan para pemimpin. Rasa sense of belongingnya dia cukup tinggi juga.
Sayangnya bukan kepada budaya bangsa, tapi pada Bu Dayat tetangganya yang cantik nan seksi itu. Sejak Widayat membawa keluarganya ke Merigi dan bertetangga dengan Helmi, masa remaja Helmi menjadi tak pernah tenang.
Soalnya dia selalu terkenang-kenang pada Bu Dayat yang cantik dan berbetis mbunting padi itu. Kulitnya putih bersih, bodiny sekel nan cemekel.
Bila bini Widayat ini belanja ke warung selalu diikuti lewat sudut matanya. Melihat goyang pinggul Bu Dayat, Helmi langsung membayangkan yang mboten-mboten.
“Aku jadi suami Bu Dayat, di rumah sarungan melulu deh......,” kata batin Helmi ngeres sekali seperti pasir bangunan.
Dan keluarga Widayat memang orang baik pada tetangga. Setiap punya makanan istimewa, termasuk sayur yang jadi menu sehari-hari, Bu Widayat sering mengirimkannya ke rumah.