DEPOK, POSKOTA. CO. ID - Pengamat Politik Internasional Ahmad Syaifuddin Zuhri mengatakan bahwa sebuah lembaga Think Tank yang didanai oleh Amerika Serikat bernama Hudson Institute telah melakukan laporan yang bias terhadap muslim di dunia, khususnya di Uighur.
Bagi Zuhri, ini sangat berbahaya jika seorang akademisi menggunakan data-data tersebut dengan hanya satu prespektif saja.
“Jangan sampai hal tersebut menghegomoni kebenaran yang dibentuknya,” terang Zuhri dalam seminar nasional berjudul “Hudson Institute dan Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Muslim di Dunia” yang diselenggarakan oleh Indonesia Muslim Crisis Center (IMCC) bekerja sama dengan Prodi Hubungan Internasional (HI) Universitas Wahid Hasyim Semarang di Depok, Rabu (15/9/2021).
Kandidat doktor dalam Hubungan Internasional di Central China Normal University Wuhan tersebut menyebutkan bahwa Hudson memanfaatkan isu muslim Uighur untuk menekan China di internasional.
Padahal, dia lupa dengan apa yang sudah dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap muslim sebelumnya ketika mengeluarkan kebijakan war on terror bagaimana banyak muslim di dunia yang menjadi korban, termasuk stigmatisasi teroris dan juga berdampak pada islamphobia.
Zuhri menjelaskan lembaga Think Tank seperti ini sangat dominan dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Dalam sejarahnya, kata Zuhri, lembaga Think Tank itu sudah ada sejak tahun 1919. Generasi pertamanya yaitu Ceip dan Hoover pada masa Perang Dunia Kedua.
Kemudian ada juga RAND Corp pada 1948 yang menjelaskan bagaimana ketika Amerika tidak memiliki musuh dan musuhnya berganti ke Islam.
Peristiwa teror WTC pada 11 September 2001 seolah membenarkan bahwa Islam adalah musuh Amerika. “Pendirian Hudson Institut ini terinspirasi dari lembaga Think Tank sebelumnya khususnya RAND Corp,” jelas Zuhri.
Senada dengan itu, Ali Martin juga mengatakan bahwa lembaga Think Tank Hudson Institut sangat dominan dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Menurutnya, Hudson telah memiliki jaringan yang kuat baik di pemerintahan, pengusaha dan akademisi.
Hudson memanfaatkan para akademisi untuk memuluskan narasi-narasi dari laporannya untuk meyakini Amerika Serikat dalam kebijakan luar negerinya.
“Jadi Hudson saat ini adalah lembaga yang dibalik layar kebijakan Amerika khususnya tentang muslim,” ungkap Dosen Universitas Wahid Hasyim ini.
Sementara itu, Iwan Santosa menjelaskan bahwa harus hati-hati membicarakan kebijakan luar negeri Amerika saat ini.
Misalkan, lanjut Iwan, perang dagang antara Amerika dan China yang diakui publik, khususnya media dan akademisi apakah benar-benar perang dagang sungguhan atau hanya mengecoh para negara berkembang lainnya agar tidak maju.
Sebab, lanjutnya, ada investasi yang jumlahnya cukup besar dari Amerika di Indonesia yang mana pelaksananya adalah sebuah perusahaan dari Beijing.
Kemudian, Iwan yang juga wartawan harian Kompas mengatakan, yang perlu diperhatikan untuk bangsa Indonesia adalah tiga kekuatan di negeri ini yakni muslim, militer dan hubungan dengan China.
Iwan menyebutnya sebagai the centre of gravity di mana ketiga kekuatan ini jika terus dibenturkan, maka akan terus memperlambat kemajuan Indonesia. “Selama ini benturan itu terus berlangsung dan terus dimainkan,” jelas Iwan.(tri)