Kritik Lewat Tembok Pinggir Jalan

Jumat 27 Agu 2021, 06:50 WIB
Kritik Lewat Tembok Pinggir Jalan. (Kartunis/Sental-Sentil/Poskota.co.id)

Kritik Lewat Tembok Pinggir Jalan. (Kartunis/Sental-Sentil/Poskota.co.id)

APAKAH masih ada yang saling mencaci maki? Masih. Bacalah itu di medsos, orang masih ‘perang’ kata-kata. Saling menyerang, menjatuhkan.

Nggak peduli itu kata-kata bikin orang lain sakit hati atau nggak. Nggak peduli. Pokoknya serang, semprot terus dengan makian.

Ada yang adu mulut melalui tulisan di medsos. Saling hujat, begini begitu, Begitu? Pokoknya kalau sudah saling serang, yang A bilang begini, langsung dijawab, kalau B juga begini. Nggak ada yang benar, deh!

Belakangan malah orang membuat mural di tembok pagar, atau tiang penyanggah jalan layang di kota-kota besar.

Mural bukan sekadar protes dengan bentuk satir, guyonan, tapi kali ini lebih serius. Karena yang diserang, kayaknya para pimpinan negara.

Misalnya bunyi tulisan mural, ’Dipenjara karena lapar’  Dan ada tulisan lagi, berbunyi; ‘ Wabah sesungguhnya adalah kelaparan’. Itu tulisan memanjang yang ada di Tangerang.

Selain itu juga ada gambar mirip Jokowi. Lalu muncul juga di Bandung, di situ juga ada gambar mirip orang nomor satu di negeri ini dengan wajah tertutup masker.

Lalu, kini mural juga mengepung kota Solo. Jelas ini adalah kota kelahiran Joko Widodo.

Dan wilayah tersebut sekarang dipimpin oleh putranya. Jadi masyarakat luas pasti sudah menduga-duga kepada siapa mural yang penuh kritikan itu disampaikan.

Mural sebenarnya sudah ada sejak zaman baheula, di mana pada waktu itu orang sudah menyampaikan kritik sosail lewat dinding goa.

Mural yang sekarang mewabah, selain berbentuk kritik sosial, tapi ada juga yang vandalisme alias nggak jelas.

Sejujurnya, menulis dan melukis di tembok jalanan itu boleh-boleh saja.

Malah mural cukup menghibur bagi pengguna jalan, mereka bisa tersenyum, ketika melihat gambar dan tulisan yang menggelitik.

Ya, jadi kalau itu dibuat gambar dengan indah, dan tulisan yang membangun inspirasi, motivasi positif, mengapa tidak?

Tapi kalau itu tembok digunakan sebagai ajang tempur politik? Ah, nanti dululah, Bung! - massoes

Berita Terkait
News Update