IH, enak betul, mesum berulang kali kok hanya diberi pembinaan. Maka warga Tuban (Jatim) pun jadi marah. Dinilai Kadesnya terlalu apikan aten, kantor desa yang dijadikan sasaran.
Gedung dirusak, begitu juga peralatan kantor dihancurkan. Polisi pun turun tangan, pelaku mesum itu diambil alih Kepolisian.
Tak ada Kades yang merasa bahagia ketika warganya masuk penjara. Pinjam istilahnya Presiden SBY dulu, pastilah ikut prihatin! Karenanya ketika “kenakalan” warganya belum begitu parah, Pak Kades memilih memberikan pembinaan.
Ketimbang sampai jadi urusan polisi, pastilah keluarganya jadi berantakan. Tapi kan tak semua penduduk sependapat dengan kebijakan Kadesnya. Dan demokrasi yang kebablasan itu pun berimplikasi pada perusakan aset desa!
Salah satu Kades yang apikan aten (berbaik hati) itu adalah Mujiono (50) seorang Kades di Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Ketika rakyat di desanya masih menikmati suasana Lebaran 1442 H, eh.....ada warga yang menyulut api asmara, bukannya mercon!
Malam-malam berbuat mesum, sehingga digerebek masa. Tak mau merusak suasana Idul Fitri, pasangan mesum itu hanya diberi pembinaan, dan kedua keluarga itu diminta saling memaafkan. Tapi warga ternyata tidak puas.
Yang bikin gara-gara siapa lagi kalau bukan Wiyono, (56), dengan rekanan mesumnya janda Nurmanti, (49). Mereka sebetulnya sudah masuk radar pemantuan warga setempat, tapi rupanya tidak nyadar.
Hari Lebaran mestinya cium tangan atau dengkul sebagai bukti saling memaafkan, tapi Wiyono malah cium janda STNK tetangganya sendiri. Kata orang Yogya, jan tanja temenan!
Wiyono sebetulnya punya istri, tapi bekerja di Kalimantan. Biasanya setiap Lebaran dia pulang kampung ketemu keluarga. Tapi gara-gara Corona, sejak Lebaran tahun lalu istrinya tak pernah pulang kampung.
Dengan sendirinya, Wiyono benar-benar kesepian. Ibaratnya sepeda motor, dua tahun tak pernah “ngetap olie”, bagaimana bunyi mesinnya, coba?
Sejak 3 bulan lalu dia menaruh perhatian pada janda baru, namanya Nurmanti, kebetulan masih tetangga sendiri. Diam-diam Wiyono mendekati. Ternyata si janda juga memberi angin, maklum sama-sama “aset”-nya dianggurkan karena keadaan yang memaksa. Ibarat partai, ketika koalisi sudah terbangun, target selanjutnya ya “eksekusi”.
Nah, sejak 3 bulan lalu Wiyono sering blusukan ke rumah janda Nurmanti. Karena keduanya sama-sama kesepian, pastilah bisa diduga apa yang mereka lakukan.
Setidaknya dalam masa pandemi Corona ini, baik Wiyono maupun Nurmanti sama-sama melakukan pelanggaran Prokes secara nyata. Mestinya jaga jarak minimal 1,5 meter, dalam kondisi kepepet jaraknya tinggal nol sentimeter alias adu puser!
Awalnya para tetangga hanya nyindir, dengan maksud agar keduanya tahu diri dan menghentikan aksi mesumnya.
Tapi keduanya tak peduli, asal situasinya mantap terkendali keduanya segera masuk Unit Gawat Darurat Syahwat. Dan pada Sabtu lalu, ketika penduduk masih dalam situasi halal-bihalal, tengah malam keduanya berharam-biharam.
Nah, tak ayal lagi keduanya digerebek warga bersama Pak RT, lalu diserahkan Pak Kades di balai desa. Buat pedesaan, antar warga biasanya ada tautan keluarga.
Karenanya Pak Kades yang berjiwa Prabu Puntadewa raja Ngamarta ini, tak tega jika harus memenjarakan warga karena urusan perselingkuhan. Sebab bila dibawa ke polisi, ancaman hukuman untuk pasal perzinaan bisa sampai 9 bulan. Pak Kades tak tega jika warganya masuk penjara karena urusan selangkangan.
Maka jika Presiden Jokowi tak tega pecat 75 pegawai KPK yang gagal test wawasan kebangsaan, Kades Mujiono juga hanya memberi pembinaan pada kedua praktisi mesum itu.
Selain membayar denda seperlunya, kedua keluarga diminta saling memaafkan karena ini masih suasana Idul Fitri.
Rupanya penduduk tak puas dengan penyelesaian gaya Pak Kades. Warga yang sumbu pendek langsung merusak gedung kantor desa.
Temboknya dirusak, pagar dirobohkan, bahkan meja kerja dan peralatan kantor termasuk komputer jadi sasaran. Polisi Polres Tuban pun turun tangan, kedua pelaku mesum itu dibawa ke Polres. Habisnya, ada warga mesum Pak Kades hanya mesem. (gts)