ADVERTISEMENT
Rabu, 28 April 2021 16:21 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengatakan, penegakan hukum pidana bisa menunjukkan dua wajah berbeda.
Pada satu sisi dianggap sebagai penegakan hukum bisa mampu membuktikan kesalahan tersangka dan memiliki alat bukti yang cukup dan sah. Namun disisi lainnya dapat dianggap kesewenangan.
Maka terhadap adanya dialektika pro-kontra di masyarakat atas penangkapan Munarman di Tangerang selasa (27/4/2021) yang diduga sebagai pelaku penganjur tindak pidana teroris.
"Untuk menguji apakah penangkapan sah atau tidak, termasuk sah-tidaknya penetapan tersangka dapat diuji melalui praperadilan," kata Azmi, Rabu (28/4/2021).
Azmi menjelaskan, hanya ada satu pranata hukum yaitu melalui praperadilan untuk menguji, memeriksa dan memutus perkara bila ada penyimpangan.
"Termasuk sebagai salah satu mekanisme komplain sekaligus kontrol terhadap kemungkinan tindakan upaya paksa atau tindakan sewenang wenang aparatur dalam melakukan penangkapan dan penggeledahan termasuk penetapan tersangka," ucapnya.
Azmi menyebut, perluasan objek Praperadilan Pasca putusan MK 21/PUU/12/2014 merupakan upaya mengawasi proses penegakan hukum.
Sehingga kepada yang kepentingan hak hukumnya dilanggar dapat mengajukan uji legalitas penetapannya sebagai tersangka dengan menguji apakah bukti - bukti sesuai aturan dengan karakter kejahatannya melalui sidang Praperadilan.
"Disinilah fungsi hukum acara dan KUHAP untuk menyeimbangkan kepentingan perlindungan masyarakat atau seseorang bila disandingkan dengan kewenangan aparatur hukum," katanya.
Melalui gugatan permohonan praperadilan dengan menerapkan asas hukum acara pidana.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT