Opini

Tepi Pluit: Naga di Langit Pantai Rupat

Minggu 18 Apr 2021, 07:00 WIB

Minggu pagi tanggal 22 Februari 2021, saat saya berada di Desa Tanjung Punak, Pulau Rupat, saya bangun pagi-pagi jam 5.30 setelah tidur kurang dari 5 jam karena asik ngobrol pada malam hari nya.

Kebetulan saya memang telah janjian dengan teman saya pak Edison untuk jalan pagi jam 6 di Pantai Rupat yang memiliki pasir putih nan indah dan terpampang sepanjang 15km sambil menikmati matahari terbit dipagi hari (sunrise).

Angin laut bertiup cukup dingin kepada saya yang sudah siap berpakaian lengkap dengan sepatu olahraga.

Ketika sudah selesai persiapan sambil duduk menunggu di teras dengan kursi rotan yang nyaman, seperti biasa ketika bangun tidur saya cek handphone dulu.

Rasa kecewa pun muncul, ternyata teman saya pak Edison telah mengirim whatsapp jam 2.30 pagi bahwa beliau tidak bisa tidur dan harus makan obat tidur, jadi tidak bisa ikut jalan pagi. Yaahh… mau bagaimana lagi, terpaksa saya jalan sendiri ke tepi pantai.

Sampai di tepi pantai, rasa kecewa berikutnya muncul lagi, ternyata air laut sedang pasang tinggi, pantai putih yang indah tadi tertutup air asin.

Rencana jadi berantakan, tujuan ingin jalan pagi sambil menikmati sunrise gagal total. Hati jadi galau, apakah sebaiknya kembali ke tempat tidur mumpung mata masih mengantuk dan juga kedinginan ditiup angin laut. Akan tetapi rasa penasaran menikmati sunrise menguatkan tekat untuk tetap bertahan.

Perlahan langit mulai terang, waktu menunjukkan jam 6 pagi. Informasi dari warga setempat ketika saya tanya sebelumnya mengatakan bahwa di Rupat matahari akan terbit tepat jam 6 pagi,  namun matahari belum juga kelihatan.

Saya tunggu lagi jam 6.10 juga tidak muncul dan tunggu lagi jam 6.20 pagi. Langit semakin terang tapi matahari belum juga muncul, didalam hati sudah semakin galau.

Kalau jam 6.30 tidak muncul juga, daripada tersiksa kedinginan sendirian lebih baik kembali ke kamar tidur, syukur-syukur bisa ketemu Dewa mimpi. 

Tepat jam 6.30 sinar matahari mulai muncul, dengan cepat saya ambil handphone dan langsung mengambil foto-foto.

Betapa terkesimanya saya, ternyata ada naga berbentuk awan sangat jelas muncul diatas matahari. Kelihatan ada hidung, mata, kumis dan tanduk naga.

Kemunculannya tidak begitu lama, hanya sekitar 5 menit saja. Rasa kecewa seketika hilang tergantikan oleh rasa bahagia sampai dengan Dewa mimpi pun saya sudah tidak mau ketemu lagi. 

Rasa penasaran belum hilang, saya langsung bertanya kepada seorang fortune teller yang biasa saya panggil Suhu Acai, yang kebetulan saya kenal baik dan tau kehebatannya dalam meramal.

Beliau mengatakan memang benar itu penampakan naga, tidak biasa ada penampakan kepada orang biasa seperti saya, ada keberuntungan dan misteri yang bersifat baik kepada orang yang melihatnya, namun tidak boleh diberitahukan semuanya karena itu adalah rahasia langit.

Setelah kembali ke Jakarta, tidak lama kemudian saya mendapat hadiah lukisan Naga karya pelukis dunia Lee Man Fong dari seorang saudara bernama Sukardi Rinakit.

Beliau mengatakan lukisan tersebut sudah lama tersimpan di gudang dan tidak tau mengapa terpikir mau menghadiahkannya ke saya.

Saya langsung kaget melihat lukisan tersebut. Rupanya naga yang saya lihat di langit Pulau Rupat sangat mirip dengan lukisan yang diberikan oleh beliau baik hidung, mata, tanduk maupun arah pandangan nya sangat mirip.

Mungkin inilah keberuntungan yang dimaksud oleh Suhu Acai tadi, pikir saya dalam hati, betapa beruntungnya saya mendapat lukisan Naga karya pelukis dunia yang apabila dijual, tidak akan kuat saya membayarnya. (sucipto)

Tags:
tepi-pluitbpjs ketenagakerjaanPantai Rupat

Administrator

Reporter

Guruh Nara Persada

Editor