Kelompok Rentan Lebih Instan

Kamis 03 Des 2020, 06:30 WIB
Sental-sentil Ilustrasi

Sental-sentil Ilustrasi

ACAP terjadi ingin menyelesaikan masalah tetapi menimbulkan masalah. Masalah belum selesai teratasi, tetapi sudah timbul masalah baru.

Menangani pengungsi korban banjir, korban letusan gunung berapi adalah upaya menyelesaikan masalah.

Tetapi jika tidak cermat dan hati -hati, dapat menimbulkan masalah baru yang berarti menambah masalah yang sudah ada.

Mengapa? Jawabnya kondisi pengungsi saat ini lebih riskan. Bukan saja harus menghindari semburan awan pijar gunung berapi, tetapi di tempat pengungsian menghadapi masalah baru.

Setidaknya beradaptasi dengan suasana baru. Bukan saja menempati lokasi pengungsian yang memiliki keterbatasan - keterbatasan.

Kita meyakini kebutuhan konsumsi tentu lebih tercukupi karena adanya bantuan pemerintah. Juga fasilitas kesehatan dan obat- obatan.

Tetapi kebutuhan yang sifatnya privacy tak selamanya dapat dipenuhi. Sebut saja tempat tidur, kamar mandi yang tidak mungkin seperti di rumah sendiri.

Belum lagi bencana non alam, yakni pandemi Covid -19 yang sekarang ikut menyertai para pengungsi.

Itulah sebabnya penanganan para pengungsi lebih ekstra hati-hati mulai dari pengaturan penempatan, mengatur jarak hingga saat penggunaan alat- alat kesehatan.

Tak berlebihan sekiranya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo meminta untuk memisahkan pengungsi kelompok rentan.

Permintaan itu disampaikan Doni ketika meninjau pengungsian dan penanganan erupsi Gunung api Ili Lewotolok, di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu  (2/12/2020).

Pemisahan harus dilakukan karena kelompok rentan lebih berpotensi tertular virus corona. Lebih instan tertular karena kecepatan  penyebaran virus.

Yang tergolong kelompok rentan adalah usia lanjut, penderita penyakit penyerta atau komorbid, ibu hamil, ibu menyusui, disabilitas, balita dan anak-anak.

Tentu, pemisahan ini akan membawa konsekuensi dalam penanganan mulai dari menu makanan, cek kesehatan, penataan ruangan.

Semuanya harus mengacu kepada protokol kesehatan. Bahkan, hendaknya lebih ketat mengingat terdapat ribuan pengungsi. Mereka sudah menjadi korban letusan gunung berapi, jangan tambah lagi dengan derita pandemi.

Suasana psikologis patut menjadi sentuhan tersendiri dalam menerapkan prokes terhadap para pengungsi di tempat lainnya. (jokles/tha)

Berita Terkait

Ingin Mati Kok Nggak Sabaran, Sih?

Jumat 04 Des 2020, 09:45 WIB
undefined
News Update