Pengamat: Banyaknya Disinformasi Vaksin Covid-19 Memicu Orang Ragu Hingga Menolak Divaksin

Senin 21 Des 2020, 12:45 WIB
M. Jamiluddin Ritonga. (ist)

M. Jamiluddin Ritonga. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sebagian masyarakat masih ragu, bahkan menolak rencana Pemerintah untuk memberi vaksin Covid-19. Padahal Presiden sudah menyatakan akan menjadi orang pertama yang di vaksin di Indonesia.

"Pernyataan presiden itu tidak serta merta membuat masyarakat percaya terhadap vaksin yang akan diberikan pemerintah. Hal itu wajar mengingat presiden bukan orang kredibel dalam menyampaikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat," kata Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, Senin (21/12/2020).

Seharusnya, paparnya, menteri kesehatan dan BPOM yang menyampaikan hal itu. Sebab, dua lembaga di pemerintahan ini yang memiliki kredibilitas dalam menyampaikan vaksin Covid-19.

Baca juga: Bamsoet: Kemenkes Harus Siapkan Strategi Vaksinasi Agar Tepat Waktu

Selain dua lembaga tersebut, sebetulnya pemerintah dapat menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menyampaikan vaksin Covid-19. Lembaga ini tentu sangat kredibel menyampaikan hal itu. 

"Sayangnya IDI tidak dilibatkan dalam menyampaikan rencana vaksin Covid-19 ke masyarakat. Justru IDI menginformasikan, sampai saat ini belum ada vaksin Covid-19 yang telah lulus uji klinis fase tiga. Bahkan BPOM hingga kini belum menyampaikan vaksin mana yang aman, berhasiat, dan bermutu sesuai standar internasional seperti WHO," katanya.

Pernyataan IDI itu membentuk persepsi di sebagian masyarakat bahwa belum ada vaksin Covid-19 yang layak digunakan. Persepsi inilah yang membuat masyarakat masih ragu, bahkan menolak rencana vaksin Covid-19.

Baca juga: Targetnya 182 Juta Orang, Jokowi Ajak Agar Pada Mau Divaksin Karena Rasanya Cuma Seperti Digigit Semut

Masyarakat juga masih ragu kehalalan vaksin tersebut. Keraguan itu masih menguat karena MUI hingga kini belum menyampaikan hal itu.

"Jadi, kredibilitas penyampai vaksin Covid-19 menjadi faktor dominan penyebab terjadinya keraguan dan penolakan di masyarakat," ungakapnya.

Selain itu, keraguan dan penolakan juga disebabkan masih parsialnya informasi tentang vaksin Covid-19.

Sebagian masyarakat menganggap akan di vaksin produk Sinovak, yang oleh WHO dinilai paling rendah efektivitasnya. Hal ini makin membuat masyarakat khawatir untuk di vaksin.

"Karena itu, pemerintah perlu menyusun pesan yang komprehensif agar masyarakat mengerti mengenai vaksin Covid-19, konsekuensinya, dan kemungkinan antisipasinya. Dengan informasi seperti itu, masyarakat siaga dan siap saat pelaksanaan vaksin," ucap pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan ini.

Baca juga: DPR Sesalkan Banyak Rumah Sakit 'Off Side' Soal Harga Vaksinasi Covid-19

Untuk itu, pemerintah hendaknya menyalurkan informasi mutakhir secara berkala agar masyarakat yakin pelaksanaan vaksin layak secara medis dan halal secara agama.

Pemerintah juga perlu menjelaskan cara praktis penanganan vaksin, mengkoreksi rumor dan misinformasi, serta menjelaskan rencana paska vaksin Covid-19.

"Jadi, pemerintah, IDI, dan MUI perlu berkoordinasi agar terjadi sinergi satu pesan komunikasi yang sampai ke masyarakat. Tentu diperlukan berbagai media yang menjangkau seluruh masyarakat untuk menyampaikan pesan vaksin Covid-19 secara gratis. Hal ini dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi. Tanpa komunikasi yang tepat, masyarakat tidak akan mengadopsi perilaku yang diharapkan dan tujuan pemerintah agar masyarakat bersedia di vaksin akan sulit tercapai," tutupnya. (rizal/tha)

Berita Terkait
News Update