JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri total menangkap 9 tersangka aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Ke-9 tersangka kini ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Ke-9 tersangka KAMI itu adalah Ketua KAMI Medan Khairi Amri (KA), dan petinggi KAMI Syahganda Nainggolan (SN), Jumhur Hidayat (JH) dan Anton Permana (AP). Kemudian tersangka Juliana (JG), Novita Zahara S (NZ), Wahyu Rasasi Putri (WRP), Kingkin Anida (KA) dan Deddy Wahyudi (DW).
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, Khairi Amri (KA) berperan sebagai admin grup chat WhatsApp KAMI Medan. Di grup tersebut mereka menyebar informasi hoaks alias bohong dan ujuran kebencian.
Baca juga: Bareskrim Polri Terus Mendalami Soal Hoaks yang Dilakukan Petinggi KAMI
"Polisi menemukan dalam grup itu sebuah foto yang memuat kantor DPR RI bertuliskan ‘dijamin komplet kantor sarang maling dan setan’," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono, Kamis (15/10/2020).
Menurut Argo, foto yang di upload di grup chat WhatsApp itu menjadi barang bukti polisi. “Itu ada di grup WhatsApp, ada gambarnya kami jadikan barbuk, dan kami ajukan ke Jaksa Penuntut Umum,” ujar Argo.
Berikutnya, dari foto yang dikirim itu, KA juga memberikan keterangan ajakan untuk melempar gedung DPR dan polisi, serta jangan takut dan jangan mundur.
Baca juga: Petinggi KAMI Dilarang Menjenguk 8 Anggotanya yang Ditahan di Bareskrim Polri
Dikatakan, untuk tersangka Juliana (JG) berperan membuat rencana skenario seperti kerusuhan 1998. Di antaranya penjarahan toko etnis China dan rumahnya, serta melibatkan preman untuk menjarah. Selain itu juga ditemukan bom molotov dan pylox.
Berikut peran tersangka lainnya, tersangka, Novita Zahara S (NZ) menuliskan "Medan cocoknya didaratin. Yakin pemerintah sendiri bakal perang sendiri sama China." Sementara peran tersangka, Wahyu Rasasi Putri (WRP) mengajak orang lain membawa bom molotov.
Tersangka Jumhur Hidayat (JH), juga menulis di akun Twitternya bahwa UU Cipta Kerja primitif, investor dari RRT, dan pengusaha rakus. Dan darinya disita handphone, fotokopi KTP, hardisk, iPad, spanduk, kaos hitam, kemeja, rompi, dan topi.
Baca juga: Petinggi KAMI Dilarang Menjenguk, Kadiv Humas Polri Sebut 8 Tersangka Masih Diperiksa
Kemudian tersangka Deddy Wahyudi (DW), menulis bahwa bohong kalau urusan omnibus law bukan urusan Istana tapi kesepakatan. Ia merupakan admin akun Twitter @podoradong. Tersangka Anton Permana (AP) menuliskan komentar di akun Facebook dan Youtube, salah satunya tentang multifungsi Polri melebihi Dwifungsi ABRI.
Dia juga menulis, 'NKRI kepanjangan dari Negara Kepolisian Republik Indonesia'. Selain itu, disahkan UU Ciptaker bukti negara telah dijajah. Dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru.
Tersangka Syahganda Nainggolan (SN) mengunggah foto yang diberi keterangan tak sesuai dengan kejadian. Dan mendukung demonstran dengan berita yang tidak sesuai gambar. Ia juga menyampaikan di Twitternya, menolak omnibus law, mendukung demonstrasi buruh, belasungkawa demo buruh.
Baca juga: Jumhur Hidayat Ditangkap Polisi, KAMI Siap Mendampingi
Selanjutnya tersangka Kingkin Anida (KA) mengunggah 13 butir UU Cipta Kerja bohong di Facebook dengan motif menolak UU Cipta Kerja. Kepada para 9 tersangka polisi menjerat Pasal 28 ayat 2, 45a ayat 2 UU ITE pasal 14 ayat 1 dan 2 dan pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946. Dengan ancaman hukuman 5 hingga 10 tahun penjara. (ilham)