Jaksa Pinangki Sirna Malasari. (ist)

Korupsi

Upaya Jaksa Pinangki Cari Fatwa MA Bebaskan Djoko Tjandra Tak Rasional

Selasa 29 Sep 2020, 06:12 WIB

JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan di tengah situasi yang serba transparan, action plan Jaksa Pinangki untuk mencari fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra tidak rasional dan sekedar karangan yang sengaja dibuat-buat.

“Menurut saya lebih dominan kepada peran Pinangki itu sendiri, karena logikanya di sebuah situasi yang serba transparan seperti inikan bermain-main kasus itukan akan sangat rentan, jadi karena kelihaian, karena kecanggihan, karena mungkin keinginan-keinginan dari Pinangki tadi itu lah yang kemudian mengarang cerita tadi itu, yang sesungguhnya, sebetulnya tidak terlalu rasional, jadi memang lebih banyak faktor kepada individu yang bersangkutan,” ujar Suparji, Senin (28/9).

Suparji menambahkan, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan dalam proses pembuktian nanti, diharapkan membuat terang benderang tentang action plan yang dimaksudkan seperti apa, sehingga masyarakat menjadi tahu, dan juga mengidentifikasi rekam jejak dari Jaksa Pinangki itu sendiri.

“Artinya kalau memang ini murni yang bersangkutan karena memang mungkin sudah terbiasa dilakukan sebelum-sebelumnya atau karena hanya ini saja, lalu memang seandainya diketahui, tentang rekam jejak dari Jaksa Pinangki yang seperti tadi maka berarti memang itu murni dari yang bersangktuan,” bebernya.

Suparji meminta action plan itu juga harus dibuktikan secara hukum apakah disusun oleh Jaksa Pinangki sendiri atau dibuat secara bersama-sama, dengan begitu jelas siapa saja yang nanti terlibat harus mempertanggungjawabkan perbuatanyanya.

“Action plan itu kan yang harus dilihat adalah siapa yang menyusun, kalau kemudian yang menyusun itu adalah Jaksa Pinangki sendiri maka dia lah yang harus bertanggung jawab, kalau kemudian action plan itu disusun secara bersama-sama misalnya dengan nama-nama yang disebut dan nama-nama yang disebut tadi itu adalah tahu atas action plan tadi itu, maka ya mereka harus diminta pertanggungjawaban,” urainya.

Lanjut Suparji, action plan yang tidak terlaksana itu sudah terdapat mens rea atau niat jahat, maka ada konsekuensi hukum yang harus diterima pelaku.

“Bahwa pas action plan itu tidak terlaksana maka berartikan sudah ada mens rea sudah ada niat jahat, maka tentunya ini ada konsekuensi hukumnya ada pertanggungjawaban hukumnya, apa lagi gagalnya mens rea tadi, gagalnya action plan tadi itu, bukan karena yang bersangkutan menggagalkan rencana tadi, tapi karena ada diketahui oleh pihak lain.” Ungkapnya.

Lebih lanjut Suparji menyatakan kasus Jaksa Pinangki ini dapat menjadi momentum Kejaksaan Agung untuk melakukan bersih-bersih dari oknum yang suka bermain-main dengan hukum dengan menjual nama ke pihak yang sedang dalam perkara hukum.

“Menurut saya ini menjadi momentum yang baik, bagi Kejaksaan Agung untuk berish-bersih terhadap orang-orang atau terhadap internal mereka yang suka jual-jual nama, yang suka catut-catut nama, Internal dalam hal ini mungkin Jaksa-jaksa masih belum memiliki posisi strategis merasa dekat atasanya, merasa dekat petingginya, maka kemudian dia jual pengaruh, jadi menjadi sesuatu yang penting bagi Kejaksan Agung untuk berish-bersih,” tuntasnya

Sebagaimana diberitakan, tersangka Kasus Cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko S Tjandra, mengaku tertipu oleh Pinangki  Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya, terkait action plan atau rencana kerja untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).

Ia pun meminta untuk mengembalikan uang sebesar USD 500 ribu yang diberikannya sebagai uang muka untuk membuat perencanaan aksi atau action plan terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung .

"Belum sempat, rencananya sih memang akan kesana (meminta dikembalikan uang)," kata kuasa hukum Djoko Tjandra, Soesilo Ariwibowo Kamis (24/9). (*/win)

Tags:
jaksa pinangkiFatwa MADjoko Tjandra

Reporter

Administrator

Editor