Humas YLKTI Naek Pangaribuan .(ilham)

MEGAPOLITAN

Perjuangan Panjang YLKTI untuk Kebebasan Perayaan Imlek

Minggu 26 Jan 2020, 10:24 WIB

JAKARTA  – Perayaan Tahun Baru Imlek di Jakarta Meriah. Bahkan Tahun Baru Tikus Logam 2571 ini dijadikan Pemprov DKI Jakarta acara bertajuk Jakarta Imlekan.

Tari Barongsai, festival masakan Cina, dan hiasan gaya Oriental bisa disaksikan di mana-mana.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia bisa mendapatkan kebebasan merayakan Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967. 

 Kemudian, Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2002, Imlek telah resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

 Keputusan pemerintah ini tak terlepas dari perjuangan Yayasan Lestari Kebudayaan Tionghoa Indonesia (YLKTI) yang diketuai Suhu Acai, yang dikenal sebagai paranormal.

Pada Ferbruari 2013, YLKTI mendapatkan penghargaan dari MURI sebagai pelopor dan pemrakarsa Imlek sebagai Hari Besar Nasional.

Naek Pangaribuan yang saat itu menjabat Humas YLKTI mengatakan, pada tahun 2000 bersama tokoh Tionghoa Suhu Acai, mereka membuat surat pengantar audiensi ke seluruh fraksi di DPR RI, bahkan sampai ke Presiden.

"Bersama tokoh Tionghoa Suhu Acai tahun 2000 silam, tugas saya adalah buat konsep surat pengantar audiensi ke seluruh Fraksi di DPR, Ketua DPR, MPR, Departemen Agama bahkan ke Presiden," kenang Wartawan Senior ini.

 Selain membuat konsep, kata Naek, ia juga membawa para tokoh-tokoh Tionghoa untuk melakukan audiensi dan lobi-lobi kepada para birokrat. "Tugas saya di samping membuat konsep surat, juga membawa tokoh-tokoh Tionghoa tersebut untuk lobi-lobi kepada birokrat agar bisa beraudiensi," terangnya. 

 Naek mengungkapkan, semuanya bermula pada tanggal 17 Oktober 2000, YLKTI berkirim surat kepada Menteri Agama RI untuk memohon agar menjadikan Imlek sebagai hari libur/besar nasional.

“Tanggal 17 Oktober 2000 YLKTI berkirim surat kepada Menteri Agama RI, intinya berharap agar pemerintah berkenan menjadikan Imlek menjadi hari besar/libur nasional. Tanggal 22 Januari 2001, Menteri Agama lewat surat nomor B.VI/2/BA.00/161/2002," ungkapnya.

 Akhirnya, lanjut Naek, berdasarkan kajian dan pertimbangan Menteri Agama RI saat itu, akhirnya Presiden Gus Dur menyetujui usulan YLKTI tersebut.

"Memberikan jawaban bahwa berdasarkan kajian dan pertimbangan Menteri Agama yang disampaikan kepada Presiden RI (kala itu Gus Dur -red), usulan YLKTI itu bisa disetujui bahwa Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya)," tuturnya.

 

Kemudian, tutur Naek menyusul kemudian keluar SK Menteri Agama no 14/2001 tanggal 23 Januari 2001 untuk menetapkan hari dan tanggal perayaan Imlek tahun 2552. Menurutnya, ada SK ini disebutkan, memperhatikan surat Ketua YLKTI no 059/YLKTI/I/2001.

 

"Beberapa bulan kemudian, tanggal 23 Juli 2001, keluar SK Menteri Agama bahwa berdasarkan data yang dihimpun dari Ditjen Pembinaan Agama Islam, Ditjen Bimas Kristen, Ditjen Bimas Katolik, Ditjen Bimas Hindu dan Budha, dan YLKTI, ditetapkan hari-hari libur nasional, di antaranya adalah Imlek 2553 Tahun Baru China yang jatuh pada tanggal 12 Februari 2002," pungkasnya. (ilham/tri)

Tags:
perjuanganylktiperayaanimlek

Reporter

Administrator

Editor