ADVERTISEMENT

Penyiar Televisi di Mesir Dipenjara Setelah Mewawancarai Pria Gay

Selasa, 22 Januari 2019 16:11 WIB

Share
Penyiar Televisi di Mesir Dipenjara Setelah Mewawancarai Pria Gay

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

MESIR- Pengadilan di Mesir menjatuhkan vonis hukuman satu tahun penjara dan denda Rp2,4 juta kepada seorang penyiar televisi karena mewawancarai laki-laki gay pada tahun lalu. Menurut pengadilan di kota Giza, penyiar bernama Mohamed al-Gheyti bersalah mempromosikan homoseksualitas di saluran televisi miliknya, LTC. Jaksa mengatakan, dengan memberi kesempatan kepada laki-laki gay menceritakan kehidupannya sebagai pekerja seks, al-Gheyti mengungkap bahwa praktik homoseksualitas bisa mendatangkan uang. Mesir secara eksplisit tidak memiliki undang-undang yang melarang LGBT, namun mereka yang dicurigai sebagai gay secara rutin ditahan dengan alasan melakukan prostitusi atau tindakan amoral. Penyiar televisi ini diseret ke meja hijau setelah pengacara terkenal di Mesir, Samir Sabry, mengajukan gugatan hukum terhadap dirinya terkait wawancara itu pada Agustus tahun lalu. Dalam wawancara dengan al-Gheyti, pria gay itu mengaku menyesali orientasi seksual serta kehidupannya sebagai pelacur. Wajah pria itu dikaburkan untuk menyembunyikan identitasnya. Otoritas tertinggi di Mesir yang mengatur media langsung menghentikan saluran LTC milik al-Gheyti karena dianggap melakukan "pelanggaran". Menurut jaksa penuntut, penyiar tersebut meraih keuntungan ekonomi dengan mengumbar"praktik homoseksualitas", demikian laporan surat kabar milik pemerintah Mesir, al-Ahram. Selain hukuman penjara dan denda, pengadilan juga memerintahkan al- Ghiety untuk diawasi selama setahun setelah menjalani masa hukumannya, kata Sabry. Sang penyiar dapat mengajukan banding dan penangguhan penahanan apabila al-Ghiety membayar uang jaminan, tambahnya. Dewan media di Mesir melarang homoseksual muncul di media mana pun setelah kemunculan bendera pelangi dikibarkan di sebuah konser musik di Kairo pada 2017. Acara yang didukung komunitas LGBT ini jarang digelar di negara konservatif, terutama di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tindakan kekerasan serta penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai memiliki orientasi seks berbeda sering terjadi di mesir, yang kemudian melahirkan kecaman sengit oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia. Pihak berwenang Mesir mengandalkan Undang-undang anti-prostitusi 1961 yang isinya mengkriminalisasi "pesta cabul" orang-orang yang diduga terlibat dalam perilaku homoseksual. Sebelumnya, Sabry mengajukan gugatan terhadap aktris Mesir, Rania Youssef, dengan tuduhan "mempromosikan kebejatan" karena mengenakan pakaian tembus pandang yang dikenakannya pada upacara penghargaan tahun lalu. Dia kemudian membatalkan kasus ini setelah Youssef meminta maaf. Bagaimanapun, Sabry telah mengajukan ratusan kasus serupa dalam beberapa tahun terakhir.(BBC)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT