ADVERTISEMENT

Amnesty International Minta Panglima TNI Abaikan Tantangan Gatot untuk Nonton Film G30S/PKI

Jumat, 28 September 2018 19:54 WIB

Share
Amnesty International Minta Panglima TNI Abaikan Tantangan Gatot untuk Nonton Film G30S/PKI

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Amnesty International Indonesia menilai tantangan dari mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo dan elite politik lain  terhadap  Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal Mulyono agar memerintahkan jajarannya menonton bareng film “Pengkhianatan G30S/PKI” setiap tanggal 30 September sebagai tantangan provokatif. Amnesty International Indonesia berharap Hadi Tjahjanto dan Mulyono mengabaikan tantangan tersebut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pilihan untuk menonton bareng atau tidak film tersebut adalah hak setiap warga. TNI seharusnya tidak dipaksa mengambil tindakan yang rawan disalahgunakan oleh kelompok elite politik tertentu. “Mempersoalkan sikap Panglima TNI dan KSAD dengan kesan seolah-olah takut dan membuat prajurit menjadi penakut jika tidak memerintahkan nonton bareng film G30S/PKI, itu adalah upaya politisasi TNI. Prajurit di mana pun, dan juga masyarakat tak bisa dipaksakan untuk menerima satu versi sejarah. Mereka sudah mengerti adanya versi sejarah yang berbeda. Adalah hak setiap orang apakah mau menonton film G30S/PKI atau merujuk film dan literatur alternatif lainnya” kata Usman dalam keterangan tertulis yang diterima poskotanews.com, Jumat (28/9/2018). Usman menambahkan tahun lalu, semasa Panglima TNI Gatot Nurmantyo, ada kelompok masyarakat yang terpengaruh oleh isu ini sehingga terlibat aksi penyerangan dan perusakan kantor Yayasan LBH Indonesia. Menurutnya  hal tersebut merupakan intimidasi terhadap pembela HAM. " Brutalitas pelaku membuat aparat keamanan kewalahan, baik anggota Polri maupun prajurit TNI yang ikut mengamankan. Beberapa polisi bahkan mengalami luka-luka. Tapi pelaku tidak dihukum. Tidak lama setelah Gatot membuat pernyataan anti-PKI baru-baru ini, sekelompok massa membubarkan Aksi Kamisan di Malang dan Surabaya, pada 27 September, dengan menuduh mereka sebagai ‘antek PKI’,” lanjut Usman. Usman menerangkan pada masa Reformasi, Menteri Pendidikan era Presiden BJ Habibie, Juwono Sudarsono, membentuk tim khusus untuk meninjau ulang seluruh buku sejarah dalam versi G30S/PKI. Menteri Penerangan era Habibie pula, yaitu Letnan Jenderal (purn) Yunus Yosfiah, imbuhnya, mengakhiri keharusan pemutaran tahunan atas film ‘Penghianatan G30S/PKI’. "Ini adalah bukti bahwa sejarah peristiwa 30 September 1965 ditinjau ulang dan direvisi oleh pemerintah” terangnya. Lebih lanjut, Survei nasional Amnesty International Indonesia menyampaikan sesuai  SMRC tahun 2017 menemukan bahwa mayoritas warga, 86 persen, tidak setuju bahwa PKI sedang bangkit, hanyalah 12% yang setuju. "Jadi sebenarnya isu anti-PKI ini kecil, tapi dibesar-besarkan untuk membela kepentingan elite-elite yang membesar-besarkannya, menyudutkan korban dan penyintas 1965, bahkan membungkam aksi aktivis, dosen, dan petani yang tengah memperjuangkan hak-hak dasar mereka," pungkas Usman. (ikbal/win)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT