ADVERTISEMENT

Emmerson ‘Buaya’ Mnangagwa, Calon Presiden Zimbabwe

Rabu, 22 November 2017 12:17 WIB

Share
Emmerson ‘Buaya’ Mnangagwa, Calon Presiden Zimbabwe

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ZIMBABWE – Sudah menjadi rahasia umum di Zimbabwe bahwa selama bertahun-tahun Emmerson Mnangagwa ingin menggantikan Robert Mugabe sebagai presiden. Mugabe sendiri tampak plin-plan. Pada 2014, Mnangagwa diangkat sebagai wakil presiden. Oleh istri Mugabe, Grace, mantan menteri kehakiman itu disebut sosok yang "setia dan disiplin". Pengangkatan tersebut meningkatkan spekulasi bahwa Mnangagwa adalah 'putra mahkota' yang bakal menjadi presiden. Demikian dirilis BBC. Namun, awal November ini, Mnangagwa dipecat dari posisinya. Menteri Informasi Zimbabwe mengatakan sang wakil presiden "menunjukkan perilaku ketidaksetiaan". Pemecatan ini membuat pria yang dijuluki 'buaya' tersebut balik menggigit melalui sokongan sahabatnya, panglima militer Constantino Chiwenga. Beberapa hari setelah Mnangagwa dipecat, militer Zimbabwe menguasai Ibu Kota Harare dan menempatkan Mugabe sebagai tahanan rumah. Kini, setelah Mugabe mengundurkan diri, jalan terbuka bagi Mnangagwa untuk berkuasa. Apalagi, ketua partai berkuasa Zanu-PF mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Mnangagwa akan diangkat menjadi presiden "dalam 48 jam" mendatang. Meski demikian, siapapun yang berharap bahwa Mnangagwa akan berbuat banyak untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia di Zimbabwe, kemungkinan salah. Sejumlah kritikus menilai ada darah di tangan pria berusia 71 tahun itu. Sosok Emmerson Mnangagwa Dijuluki 'buaya' karena kecerdikannya di ranah politik. Julukan itu sedemikian melekat sehingga faksi yang dipimpinnya di tubuh Partai Zanu-PF dinamai 'Lacoste’ merk pakaian berlambang buaya. Mnangagwa juga mendapat pelatihan militer di Cina dan Mesir. Dia juga sempat mengalami siksaan oleh pasukan Rhodesia setelah 'gerombolan buaya' pimpinannya menggelar serangan. Dia merupakan salah satu tokoh dalam perang kemerdekaan Zimbabwe pada era 1970-an. Menjadi kepala intelijen Zimbabwe pada konflik sipil 1980-an. Ketika itu, ribuan warga sipil dibunuh, namun dia membantah punya peranan dalam pembantaian dan menyalahkan tentara. Didorong kekhawatiran bahwa kekuasaan itu akan lenyap jika Grace Mugabe menggantikan posisi suaminya, mereka pun bertindak. Tatkala Jenderal Constantino Chiwenga menyatakan menentang "pemberangusan yang menargetkan anggota partai yang punya latar belakang perang kemerdekaan", dia jelas merujuk pada pemecatan terhadap sahabat dekatnya, Mnangagwa. "Bila menyangkut melindungi revolusi kita, militer tidak akan ragu melangkah," tegas Chiwenga.(Tri)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT