Ustaz Abdul Wahid Al Faizin (Sumber: Capture YouTube NU Online)

KHAZANAH

Gaji di Atas 6 Juta? Hati-Hati, Kamu Sudah Wajib Bayar Zakat Profesi, Simak Penjelasannya!

Senin 24 Mar 2025, 07:11 WIB

POSKOTA.CO.ID - Zakat profesi atau zakat penghasilan menjadi salah satu topik yang kerap diperbincangkan dalam praktik zakat kontemporer.

Istilah ini dalam literatur fikih modern dikenal dengan sebutan al-mal al-mustafad, yaitu zakat atas penghasilan atau pendapatan yang diperoleh secara aktif, seperti gaji dan honorarium.

Penjelasan mengenai zakat profesi ini disampaikan oleh Ustaz Abdul Wahid Al Faizin, dalam kajiannya yang diunggah di channel YouTube NU Online. Beliau menguraikan bahwa sejarah pengenaan zakat profesi dapat ditelusuri sejak masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Baca Juga: Panduan Lengkap Zakat Fitrah 2025, Syarat, Niat, Besaran, dan Tata Cara Pembayarannya

Dalam riwayat kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik, disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Abu Bakar, warga negara menerima tunjangan bulanan dari negara.

Namun, sebelum tunjangan itu diberikan, Abu Bakar bertanya apakah penerima memiliki kewajiban zakat atas harta mereka sebelumnya. Jika ya, maka tunjangan tersebut dipotong sebesar kewajiban zakat yang mereka miliki.

Jika tidak, tunjangan diberikan secara utuh. Praktik serupa juga diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud sebagaimana dicatat dalam kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid.

Dari praktik inilah, ulama kontemporer mengembangkan konsep zakat profesi. Salah satu tokoh yang mendukung kewajiban zakat profesi adalah Syekh Muhammad al-Ghazali, mantan rektor Universitas Al-Azhar.

Ia mendasarkan pendapatnya pada Surah Al-Baqarah ayat 267: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik." Menurut al-Ghazali, penghasilan dari profesi seperti gaji pekerja kantoran, dokter, insinyur, dan profesi lainnya termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati.

Baca Juga: Kapan Waktu yang Tepat Membayarkan Zakat Fitrah di Bulan Ramadhan?

Syekh al-Ghazali juga menegaskan ketidaklogisan jika petani dengan hasil terbatas diwajibkan zakat, sementara orang yang memiliki gaji ratusan juta rupiah per bulan justru tidak dikenai kewajiban tersebut.

Pandangan ini sejalan dengan keputusan Muktamar Zakat Internasional di Kuwait pada 1984 dan diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam pasal 4 ayat 2 huruf h, zakat profesi dinyatakan sebagai salah satu objek zakat.

Cara Menghitung Zakat Profesi

Dalam pemaparannya, Ustaz Abdul Wahid Al Faizin menjelaskan bahwa para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai cara menghitung zakat profesi. Pendapat pertama, seperti disampaikan oleh Syekh Muhammad al-Ghazali, mengkiaskan zakat profesi dengan zakat pertanian.

Dengan pendekatan ini, zakat dikenakan langsung setelah menerima penghasilan, tanpa menunggu satu tahun (haul). Nisab zakat profesi mengikuti nisab zakat pertanian, yakni setara 653 kg beras menurut Syekh Wahbah az-Zuhaili. Jika harga beras Rp10.000 per kg, maka nisabnya sekitar Rp6.530.000.

Baca Juga: Buya Yahya Jelaskan Hukum Zakat Penghasilan: Ini Panduan Lengkapnya!

Sebagai contoh, jika seseorang memiliki penghasilan Rp10 juta per bulan dan kebutuhan pokoknya Rp2,5 juta, maka sisa penghasilannya Rp7,5 juta. Karena melebihi nisab Rp6,53 juta, maka wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5% dari Rp7,5 juta, yakni Rp187.500.

Pendapat kedua mengkiaskan zakat profesi dengan zakat emas atau uang simpanan. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menyatakan bahwa zakat profesi wajib dikeluarkan bila memenuhi dua syarat: mencapai nisab (senilai 85 gram emas atau sekitar Rp127,5 juta) dan telah dimiliki selama satu tahun.

Namun, menurut beliau, zakat ini boleh dicicil atau dibayarkan secara langsung tiap bulan jika diyakini saldo akhir tahun tetap memenuhi nisab.

Sementara itu, Syekh Yusuf al-Qaradawi dalam kitab Fiqh az-Zakah berpendapat bahwa zakat profesi dapat langsung dikeluarkan setiap bulan tanpa harus menunggu haul, asalkan penghasilan tahunan telah mencapai nisab 85 gram emas.

Menurut beliau, zakat profesi wajib dikeluarkan setelah dikurangi kebutuhan pokok. Meski demikian, beberapa lembaga zakat seperti BAZNAS menerapkan potongan zakat profesi langsung dari gaji kotor, tanpa dikurangi kebutuhan pokok.

Baca Juga: Keutamaan Membayar Zakat Fitrah, Raih Berkah dari Kewajiban di Bulan Ramadhan

Payung Hukum di Indonesia

Di Indonesia, zakat profesi diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Selain itu, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 3 Tahun 2003 juga menegaskan bahwa penghasilan yang diterima secara halal, seperti gaji, honorarium, jasa profesi, dan lainnya, wajib dizakati apabila telah mencapai nisab dan haul, atau secara periodik sesuai ketentuan.

Zakat profesi menjadi bentuk aktualisasi nilai keadilan sosial dalam Islam, seiring perkembangan zaman dan profesi baru yang muncul di masyarakat modern.

Tags:
Ustaz Abdul Wahid Al FaizinPanduan lengkap Zakat ProfesiZakat Profesi

Yugi Prasetyo

Reporter

Yugi Prasetyo

Editor