RUU TNI Tuai Penolakan Keras, Inilah Rangkuman Aspirasi dari Koalisi Masyarakat Sipil dan Mahasiswa (Sumber: X/@YLBHI)

Nasional

RUU TNI Tuai Penolakan Keras, Inilah Rangkuman Aspirasi dari Koalisi Masyarakat Sipil dan Mahasiswa

Jumat 21 Mar 2025, 23:51 WIB

POSKOTA.CO.ID - Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 atau RUU TNI yang baru saja di sahkan menuai kontroversi.

Meski begitu, RUU TNI mendapatkan penolakan keras dari publik. Hal tersebut karena dianggap kembali menghidupkan wacana laten dwifungsi ABRI, yang sudah dihapus usai reformasi 1998.

Ramai-ramai menolak revisi UU mulai dari organisasi masyarakat sipil hingga akademik.

Baca Juga: RUU TNI Resmi Disahkan, Anies Baswedan Soroti Proses Revisi: Khawatir Tidak Matang

RUU TNI kini sudah disahkan jadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis 20 Maret 2025.

Adapun beberapa rangkuman dan kritik dari berbagai elemen masyarakat atas RUU TNI:

Alissa Wahid

Alissa Wahid yang merupakan putri sulung almarhum Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga ikut berkomentar.

Baca Juga: Viral Perkelahian Pendemo dan Polisi di Atas Truk saat Demo Tolak RUU TNI

Alissa Wahid meminta agar RUU TNI batal disahkan sebab dinilai tak memiliki urgensi pembahasan.

Aspirasi tersebut disampaikan Alissa dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa, pada Selasa 18.

Alissa mengatakan bahwa, dalam draf RUU TNI terlihat menjauhkan TNI dari semangat profesionalitas sebagai prajurit.

Alissa pun mempertanyakan terkait iktikad DPR dan pemerintah. Selain itu, RUU TNI ini terlihat dipercepat pengesahannya.

Alissa pun berkaca bahwa Indonesia punya pengalaman pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker), yang dibahas secara terburu-buru dan minum partisipasi.

Hasilnya pun akibat dari implementasi UU tersebut amburadul hingga saat ini.

"Jadi kalau kami tentu permintaannya dibatalkan, bukan ditunda," ujar Alissa dalam keterangan pers di kanal YouTube Gusdurian Tv.

Pada masa Orde Baru, Dwifungsi militer yang pernah diterapkan, lalu dihapuskan pascareformasi 1998, di era kepresidenan Gus Dur.

Pada masa itu Gus Dur memisahkan tentara dan polisi yang semula bernaung dalam tubuh ABRI atau TNI.

Baca Juga: Belum Ada di Website DPR? Andovi da Lopez Pertanyakan Draf RUU TNI

UGM dan UII

Potret aksi tolak RUU TNI yang dilakukan mahasiswa dan dosen UGM. (Sumber: UGM)

Adapun perwakilan dari UGM dan UII, yang menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI.

Hal tersebut karena dianggap akan menghidupkan kembali dwifungsi prajurit seperti era Orde Baru.

Kedua kritik dari kampus itu, pembahasan RUU TNI tidak transparan dan terkesan terburu-buru, bahkan mengabaikan suara publik.

Mereka pun menggelar aksi di halaman depan Gedung Balairung, Selasa 18 Maret 2025.

Dalam aksi tersebut terdapat poster bertuliskan 'Tolak RUU TNI', 'Tolak Dwifungsi TNI' dan 'Kembalikan TNI ke Barak' yang menghiasi aksi.

Menurut Rektor UII Fathul Wahid, mengatakan bahwa merasa perlu melakukan penolakan terhadap RUU TNI. Ia pun menjelaskan potensi RUU TNI apabila menghidupkan kembali dwifungsi TNI.

Fathul menyebut bahwa Indonesia memiliki sejarah kelam saat dwifungsi ABRI masih berjalan pada zaman Orde Baru.

Menurutnya, sejarah kelam Indonesia tersebut jangan sampai kembali terulang akibat disahkannya RUU TNI.

Ia menyebut akan adanya potensi penerapan kembali dwifungsi TNI, apabila RUU TNI disahkan. Bisa saja melemahkan supremasi sipil hingga potensi pelanggaran HAM.

Baca Juga: Update Demo Tolak RUU TNI: Massa Aksi Ditangkap Polisi dan Alami Luka-Luka

Aliansi Jogja Memanggil

Adapun dari Massa aksi Aliansi Jogja Memanggil yang turut menggelar unjuk rasa untuk menggagalkan RUU TNI.

Mereka menyatakan bahwa RUU TNI tak cuma berpotensi melahirkan kembali dwifungsi ABRI.

Akan tetapi, multifungsi militer selain merupakan upaya pengkhianatan terhadap sistem reformasi.

Dwifungsi ABRI ini sebelumnya sudah mendapatkan catatan kelam dalam sejarah. Seperti jejak represif dan kejahatan HAM oleh Presiden ke-2 RI Soeharto.

Baca Juga: RUU TNI Disahkan, Fedi Nuril Soroti Soal Pembentukan Perpu: Apakah DPR Tidak Melanggar?

Komnas HAM

Komnas HAM pun turut menolak disahkannya RUU TNI. Satu diantara yang paling disorot adalah Pasal 47 ayat 2.

Dalam pasal tersebut mengatur perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif.

Komnas HAM menilai bahwa pasal tersebut beresiko menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif, bisa menduduki jabatan pada belasan lembaga sipil.

Menurut Komnas HAM, presiden juga berpotensi akan menambah ruang penempatan prajurit TNI aktif di lembaga atau kementerian lainnya.

"Perubahan Pasal 47 ayat 2 berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi," ujar Koordinator Sub-Komisi Pemajuan HAM Anis Hidayah dalam konferensi persnya pada Rabu, 9 Maret 2025.

Tags:
RUU TNI RUU TNI disahkantolak RUU TNI

Resi Siti Jubaedah

Reporter

Resi Siti Jubaedah

Editor