Baca Juga: Manfaat Jahe untuk Kesehatan: Redakan Nyeri Haid di Siklus Pertama Menstruasi
Ayat tersebut ini diturunkan di Makkah, jauh sebelum mushaf Al-Qur’an disusun pada masa Khalifah Utsman bin Affan yakni sekitar 30 tahun kemudian.
Mushaf ini dicetak dan tersebar luas ke masyarakat sekitar 900 tahun setelah itu. Sehingga, ayat ini tidak merujuk pada larangan fisik menyentuh mushaf, melainkan pada makna yang lebih dalam.
Para mufassir menafsirkan al-muthahharuun sebagai orang-orang yang suci hatinya, yakni orang yang beriman pada Allah Swt, menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Jadi, kesucian dalam ayat ini lebih kepada keimanan dan ketakwaan, dan bukan semata-mata terkait dengan kebersihan fisik dari hadas atau najis.
Baca Juga: 3 Tips Meredakan Nyeri Saat Haid, Jangan Khawatir!
Meski begitu, Majelis Tarjih tetap menganjurkan agar seseorang dalam keadaan suci, bebas dari hadas dan najis, serta berwudhu sebelum membaca Al-Qur’an sebagai bentuk adab.
Pendapat ini juga sejalan dengan pandangan Ibnu Qayyim, yang menekankan pentingnya menjaga kemuliaan Al-Qur’an.
Namun, dalam konteks perempuan haid yang tidak berpuasa di bulan Ramadan, membaca Al-Qur’an tetap menjadi cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dengan kata lain, meski tidak berpuasa, mereka tidak terputus dari keberkahan Ramadan selama masih berusaha mengisi waktu dengan ibadah yang sesuai kemampuan.
Baca Juga: Wajib Diketahui Wanita! Inilah Resep Ala dr Zaidul Akbar untuk Melancarkan Siklus Haid
Penjelasan Masuk Masjid untuk Kajian
Terkait dengan perempuan haid masuk masjid untuk kajian, para ulama terbagi dalam dua kubu. Ada yang melarang dan ada yang membolehkan.