Jeritan Rakyat ketika Harga Cabai Tembus Rp160 Ribu

Minggu 09 Mar 2025, 11:36 WIB
Seorang pedagang di Pasar Rangkasbitung, Lebak, Banten, sedang menunggu pembeli di kiosnya, Kamis 6 Maret 2025. Harga sejumlah komoditi pangan di pasar tersebut melambung tinggi. (Sumber: Poskota/Samsul Fatoni)

Seorang pedagang di Pasar Rangkasbitung, Lebak, Banten, sedang menunggu pembeli di kiosnya, Kamis 6 Maret 2025. Harga sejumlah komoditi pangan di pasar tersebut melambung tinggi. (Sumber: Poskota/Samsul Fatoni)

RANGKASBITUNG, POSKOTA.CO.ID - Ramadhan tahun ini terasa lebih berat bagi warga Lebak, terutama bagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari jual beli di pasar tradisional.

Di Pasar Rangkasbitung Kabupaten Lebak, suasana yang biasanya ramai oleh para pedagang dan pembeli kini terasa berbeda.

Wajah-wajah para ibu rumah tangga tampak cemas saat mereka memegang dompetnya erat-erat, menimbang-nimbang setiap barang yang ingin dibeli.

Di salah satu sudut pasar, Sani, pedagang bumbu dapur, terlihat sibuk menata dagangannya. Tangannya lincah merapikan bawang merah dan tomat.

Baca Juga: Penyakit di Musim Hujan: Sekeluarga di Depok Akhirnya Pulih dari Chikungunya

Namun di antara itu, ada satu barang yang jarang terlihat, yaitu cabai rawit oranye, atau yang lebih dikenal dengan sebutan cabai setan.

"Sekarang harganya sudah Rp160 ribu per kilogram. Dulu sebelum Ramadhan masih Rp140 ribu, saya masih bisa stok banyak. Tapi sekarang, selain harganya makin mahal, stoknya juga susah didapat," kata dia kepada Poskota, kemarin.

Sani tak berani menyimpan stok dalam jumlah besar. Takutnya, barang yang ia beli dengan harga tinggi tak laku terjual dan justru membuatnya merugi.

"Saya hanya jual yang ada saja di lapak, secukupnya. Kalau beli banyak, takut enggak ada yang mau beli," ujarnya.

Baca Juga: Kisah Deni Alik Pengantar Jenazah, Rela Antar dari Depok sampai Aceh

Bukan hanya cabai setan yang melambung harganya. Cabai keriting merah yang sebelumnya dijual Rp 60 ribu per kilo, kini menyentuh angka Rp 100 ribu. Harga bawang merah juga naik dari Rp45 ribu menjadi Rp60 ribu per kilo.

Bahkan tomat yang biasanya murah meriah, ikut naik dari Rp 8 ribu menjadi Rp 10 ribu per kilo. "Hampir semua bumbu dapur naik. Kami pedagang juga bingung mau jualan gimana," tambah Sani dengan nada pasrah.

Di tengah hiruk-pikuk pasar, Nurhalimah, seorang ibu rumah tangga, tampak mengernyitkan dahi saat menghitung uang di tangannya. "Dulu, uang Rp 100 ribu bisa buat beli sayur, cabai, bawang, dan kebutuhan lain. Sekarang, buat beli bumbu dapur saja enggak cukup," ungkapnya.

Dia bercerita, biasanya ia membeli bumbu dapur dalam jumlah yang lebih banyak, setidaknya satu kilogram untuk kebutuhan beberapa hari. Namun, kini ia terpaksa harus mengurangi belanjaannya. "Mau enggak mau, saya harus lebih bijak mengatur pengeluaran. Yang penting-penting saja yang dibeli," katanya.

Di sudut lain pasar, para pedagang saling bercakap, membahas harga-harga yang terus melonjak.

Mereka sama-sama merasa kesulitan, karena di satu sisi mereka harus mengikuti harga dari distributor, namun di sisi lain daya beli masyarakat semakin menurun.

Ramadhan yang seharusnya menjadi momen penuh berkah, kini diwarnai dengan keresahan. Para pedagang berharap harga bisa kembali normal agar mereka bisa berjualan dengan lebih tenang.

Sedangkan pembeli hanya bisa menghela napas panjang, berharap esok keadaan menjadi lebih baik dan kantong mereka tak semakin terkuras.

Berita Terkait

News Update