POSKOTA.CO.ID - Cadangan Bitcoin yang tersedia di bursa mata uang kripto mengalami penurunan signifikan dan kini hanya tersisa sekitar 2,5 juta BTC dan sampai pada level terendah sejak tahun 2022.
Penurunan ini memicu kekhawatiran akan potensi krisis pasokan di pasar kripto, terutama dengan meningkatnya permintaan dari investor institusional.
Salah satu pemicu utama dari langkanya cadangan Bitcoin ini adalah akibat dana yang diperdagangkan di bursa ETF Bitcoin yang mengakumulasi aset dengan kecepatan 20 kali lipat dibanding dengan jumlah yang baru ditambang.
Dari data CryptoQuant disebutkan jumlah Bitcoin di bursa belum pernah serendah ini sejak pencatatan dimulai.
Meskipun pasar masih mengalami volatilitas, harga mata uang kripto ini tetap bertahan di atas 95.000 USD atau setara dengan Rp1,5 miliar. Hal ini mencerminkan, ketahanan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dampak pada Harga dan Pasokan
Semakin menipis pasokan Bitcoin yang tersedia untuk diperdagangkan, setiap peningkatan permintaan dapat memicu lonjakan harga yang signifikan.
Tokoh terkemuka di dunia kripto, Michael Saylor mengatakan bahwa semakin banyak miliader membeli Bitcoin dalam jumlah besar dan semakin berkurang jumlah koin yang tersedia di pasar.
Baca Juga: Bitcoin Tidak Termasuk, Ini 5 Pendapatan Pasif Menurut Robert Kiyosaki di Tahun 2025
Selain itu, diskusi mengenai cadangan BTC yang dimiliki pemerintah juga mulai ramai diperbincangkan oleh Amerika Serikat (AS).
Kemudian sekitar 20 negara bagian AS mengusulkan RUU untuk menetapkan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan mereka.
Apabila RUU tersebut disetujui, dan pemerintah mulai membeli Bitcoin maka pasokan yang tersedia di bursa akan semakin menipis.
Saat ini, total Bitcoin yang dapat ditambang dan sudah beredar sebanyak 94 persen, sementara sebagian besar lainnya telah hilang.
Dengan pasokan yang semakin terbatas dan permintaan yang terus meningkat, kemungkinan harga BTC akan meningkat dalam waktu dekat.