POSKOTA.CO.ID - Lembaga penelitian Celios (Center of Economic and Law Studies) merilis sebuah survei dengan tajuk ‘Rapor 100 Hari Kabinet Prabowo-Gibran’.
Berdasarkan laporan yang dirilisnya, Celios menetapkan lima menteri yang perlu di reshuffle dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto.
Survei ini dilakukan untuk menakar sejauh mana arah pemerintahan yang sudah dan akan berjalan, dengan basis expert judgment.
Dari hasil studinya, Celios menunjukkan bahwa Prabowo Subianto memperoleh rapor 5 dari 10, sementara Gibran Rakabuming Raka mendapat rapor sangat rendah, yaitu 3 dari 10.
Baca Juga: Kabinet Merah Putih Sudah Laporkan Kekayaan, Kenapa Raffi Ahmad Belum Muncul di LHKPN KPK?
Selain menilai kinerja dari Presiden dan Wakil Presiden. Studi Celios pun mengungkapkan beberapa menteri yang memperoleh penilaian buruk, antara lain:
- Natalius Pigai (Menteri HAM)
- Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi)
- Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral)
- Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan)
- Yandri Susanto (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal)
Kelima menteri ini tercatat memiliki penilaian terendah dalam hal kinerja. Penilaian ini menunjukkan diperlukan adanya penataan ulang atau potensi reshuffle di beberapa kementerian untuk memperbaiki arah kebijakan pemeritahan.
Selanjutnya, studi ini pun menyoroti dua instansi pemerintah yaitu TNI dan Polri yang dinilai memiliki kinerja jauh dari harapan. Publik pun menuntut transparansi dan profesionalisme lebih tinggi dari kedua institusi ini.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Ungkapkan Juru Ukur Laut Tangerang Langsung Diperiksa
Direktur Kebijakan Publik Celios, Wahyudi Askar mengungkapkan bahwa Prabowo-Gibran harus segera melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja menteri-menterinya terkait pola komunikasi dan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan publik.
“Banyak menteri yang bermanuver sendiri, sekedar melontarkan ide tapi tidak memahami regulasi. Sampai saat ini, bahkan masih ada kementerian yang belum juga melantik pejabat eselonnya dan sebagian menteri sibuk sendiri dan tidak mengurusi transisi kelembagaan di internal kementerian,” ujar Wahyudi dikutip dari laporan Celios.
Sorotan pada Kinerja Menteri Prabowo-Gibran
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara menyoroti ketidaksiapan pembantu presiden dalam menghadapi era Donald Trump ke-2.
Menurutnya risiko Trump belum diantisipasi terkait dicabutnya mandat pengembangan EV (kendaraan listrik) yang berpengaruh pada harga nikel, tembaga dan bauksit di pasar internasional.
Baca Juga: Begini Isi Garasi Widiyanti Putri, Menteri Terkaya Berharta Rp5,4 Triliun
“Tantangan proteksionisme Trump harus direspon melalui langkah menarik relokasi pabrik dari AS maupun China, tetapi mengurus Apple saja sampai sekarang belum berhasil menjadi realisasi investasi. Koordinasi antar kementerian di 100 hari pertama buruk,” ucapnya.
“Sejauh ini Menteri ESDM belum melakukan pembatasan produksi nikel dan penghentian pembangunan smelter nikel yang sudah kelebihan pasokan. Kenapa tidak mengambil regulasi yang tegas soal pembatasan produksi nikel untuk melindungi harga di pasar internasional?,” sambungnya.
Selanjutnya di sektor energi dan lingkungan hidup, Menteri ESDM belum tegas merilis PLTU mana saja yang akan dimatikan di tahun 2025, sementara Prabowo sudah mengucapkan komitmen untuk mematikan PLTU di forum G20, Brasil.
Begitu pun dengan Menteri Kehutanan yang dianggap blunder karena mendorong mengubah 20 juta hektar hutan sebagai cadangan pangan dan energi.
Baca Juga: Kisruh Menteri Satryo Didemo ASN Kemendiktisaintek Kini Telah Berdamai
“Antara masalah energi, pangan dan lingkungan hidup ada kegagalan membaca situasi. Swasembada energi seharusnya tidak bertolak belakang dengan konservasi hutan. Kalau hutan makin hilang misalnya demi co-firing PLTU, Indonesia bakal dikecam dunia internasional dan menurunkan dukungan pembiayaan global untuk konservasi hutan sekaligus transisi energi,” ujar Bhima.
“Jelas instruksi Prabowo tidak berhasil diturunkan menjadi program implementatif yang berkualitas,” sambungnya.
Peneliti hukum Celios Muhamad Saleh menilai performa Hukum dan Ham di era pemerintahan Prabowo-Gibran, belum menunjukkan kinerja yang baik.
Bahkan ia menyoroti ada lima sorotan, yakni wacana pengampunan koruptor, agresivitas aparat kepolisian, multifungsi TNI, stagnasi kualitas HAM dan kebebasan sipil, ketidakefektifan regulasi dan birokrasi.
“Masalah ini jadi alasan utama publik memberikan penilaian buruk terhadap kualitas menteri,” kata Saleh.
Selama 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran hanya sibuk dengan aturan organisasi dan kelembagaan, sebanyak 80 UU disahkan untuk pembentukan daearah, 68 Perpres untuk organisasi kementerian, 1 Perpres terkait APBN dan hanya 1 PP yang secara substansi berkaitan dengan penghapusan utang nelayan dan petani.
“Masyarakat mengharapkan adanya perbaikan nyata dalam tata kelola anggaran, kualitas kepemimpinan serta pencapaian program-program prioritas lebih optimal,” ujar Saleh.
“Evaluasi pencapaian 100 hari ini dapat dimanfaatkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk berbenah agar pemerintahan ini dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi rakyat Indonesia,” pungkasnya.