POSKOTA.CO.ID - Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan.
Hingga kini, pencairan Tukin yang diharapkan menjadi salah satu pendongkrak kesejahteraan dosen masih belum terealisasi. Hal ini menimbulkan keresahan dan rasa ketidakadilan di kalangan dosen perguruan tinggi negeri.
Tukin merupakan salah satu komponen penghasilan yang sangat dinantikan oleh para dosen. Besarannya jauh lebih signifikan dibandingkan dengan tunjangan profesi atau sertifikasi yang selama ini menjadi sumber tambahan penghasilan utama dosen.
Sayangnya, meski menjadi salah satu harapan utama, pembayaran Tukin ini hingga sekarang masih terganjal berbagai polemik.
Baca Juga: Mau Daftar CPNS 2025? Catat Dokumen yang Harus Disiapkan Berikut
Harapan yang Kembali Tertunda
Menurut informasi yang beredar di media sosial, salah satunya melalui akun X @tukin****, perjuangan untuk mendapatkan hak atas Tukin ini telah berlangsung selama puluhan tahun.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya bahkan sempat menjanjikan pencairan Tukin pada awal tahun 2025.
Namun, kenyataan berkata lain. Menteri baru yang menjabat membatalkan keputusan tersebut dengan alasan yang dinilai kurang memadai, seperti perubahan nomenklatur dosen di bawah Kemendikbudristek.
Alasan ini semakin memicu kekecewaan, terutama karena kementerian lain, seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Agama (Kemenag), telah berhasil mencairkan Tukin bagi dosen mereka.
Padahal, jumlah dosen di bawah Kemendikbudristek jauh lebih besar. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kesetaraan perlakuan antar kementerian.
Ketimpangan Penghasilan Dosen
Salah satu aspek yang paling disoroti adalah besaran gaji dosen ASN di Kemendikbudristek tanpa tambahan Tukin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019, berikut kisaran gaji dosen ASN:
Golongan III (Lulus S2)
- Golongan IIIb: Rp 2.688.500 - Rp 4.415.600
- Golongan IIIc: Rp 2.802.300 - Rp 4.602.400
- Golongan IIId: Rp 2.920.800 - Rp 4.797.000
Golongan IV (Lulus S3)
- Golongan IVa: Rp 3.044.300 - Rp 5.000.000
- Golongan IVb: Rp 3.173.100 - Rp 5.211.500
- Golongan IVc: Rp 3.307.300 - Rp 5.431.900
- Golongan IVd: Rp 3.447.200 - Rp 5.661.700
- Golongan IVe: Rp 3.593.100 - Rp 5.901.200
Tanpa tambahan Tukin, gaji ini dirasa belum mencukupi, terutama mengingat tugas dosen yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perbandingan dengan Kementerian Lain
Dosen di kementerian lain yang sudah menerima Tukin menikmati penghasilan yang jauh lebih besar. Berikut beberapa contohnya:
- Kementerian Perindustrian (Kemenperin): Rp 6,1 juta - Rp 11,9 juta
- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri): Rp 7 juta - Rp 25 juta
- Kementerian Agama (Kemenag): Rp 7 juta - Rp 10 juta
- Kementerian Kesehatan (Kemenkes): Rp 3,4 juta - Rp 9 juta
Perbedaan ini menimbulkan kecemburuan dan rasa ketidakadilan di kalangan dosen Kemendikbudristek, yang merasa mereka melakukan tugas yang sama beratnya namun mendapatkan penghargaan yang berbeda.
Dampak Ketidakadilan terhadap Dosen
Ketimpangan ini membawa dampak psikologis dan motivasional yang besar bagi para dosen. Banyak dari mereka merasa kurang dihargai dan dipinggirkan, terutama ketika melihat kolega mereka di kementerian lain mendapatkan penghargaan lebih besar atas pekerjaan yang serupa.
Hal ini dapat berdampak pada menurunnya semangat kerja dan kualitas pendidikan di perguruan tinggi negeri.
Selain itu, banyak dosen yang terpaksa mencari pendapatan tambahan di luar tugas utamanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini sering kali mengorbankan waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk penelitian atau pengabdian kepada masyarakat.
Harapan di Masa Depan
Meski situasi ini terasa berat, para dosen Kemendikbudristek tetap berharap bahwa pemerintah akan segera menyelesaikan polemik ini. Kebijakan yang adil dan merata menjadi harapan utama agar dosen dapat menjalankan tugasnya dengan tenang dan maksimal.
Dalam jangka panjang, pencairan Tukin tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan dosen, tetapi juga berdampak positif pada kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Sebagai tulang punggung pendidikan, dosen memegang peran penting dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen ASN di Kemendikbudristek bukan hanya soal penghasilan, melainkan juga bentuk penghargaan atas kontribusi mereka dalam dunia pendidikan.
Ketimpangan yang terjadi antara dosen di Kemendikbudristek dan kementerian lain mencerminkan perlunya perbaikan dalam sistem kebijakan yang lebih adil.
Kini, semua mata tertuju pada pemerintah untuk memberikan solusi yang konkret. Pencairan Tukin adalah langkah awal yang penting untuk menciptakan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia.
Para dosen hanya berharap, janji pemerintah untuk mencairkan Tukin pada tahun 2025 tidak lagi menjadi harapan yang tertunda.