“Jangan ajari rakyat dengan kecurangan untuk meraih kemenangan. Lebih baik kalah dalam kemuliaan, ketimbang menang dalam kehinaan akibat kecurangan..”
-Harmoko-
Dua hari lagi, tepatnya hari Rabu pon, 27 November 2024, rakyat Indonesia akan memilih kepala daerahnya masing – masing, baik sebagai gubernur maupun bupati atau wali kota beserta wakilnya.
Setiap warga negara yang telah mempunyai hak pilih, akan menentukan sikapnya memilih pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dan bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota untuk periode masa jabatan 2024-2029.
Secara keseluruhan terdapat 1.553 calon kepala daerah, dengan rincian memilih 37 pasangan gubernur – wakil gubernur dari 103 paslon yang ada.
Memilih 415 pasangan bupati – wakil bupati dari paslon 1.166 yang ikut kontestasi serta memilih 93 pasangan wali kota –wakil wali kota dari 264 paslon yang ikut kompetisi dalam pilkada serentak.
Pilihan rakyat tentu didasarkan atas hati nurani, bukan karena paksaan, tekanan dan intimidasi. Diharapkan bukan karena adanya transaksi politik, jual beli suara dengan imbalan uang, barang ataupun kompensasi jabatan dan proyek.
Kami meyakini pemilih semakin cerdas yang tidak tergiur atau terjebak dengan janji – janji manis, semuanya serba gratis, tapi sejatinya tidak realistis baik dari aspek penganggaran, mekanisnya, belum lagi dalam pelaksanaannya nanti.
Proses pemilihan pada pilkada memang lebih mudah, lebih sederhana karena jumlah tanda gambar pasangan calon lebih sedikit, tidak sebanyak ketika pemilu lalu, utamanya pemilu legislatif (pileg).
Meski dalam praktik memilih di bilik suara, mencoblos para pasangan calon kepala daerah (cakada) yang kita pilih hanya memerlukan waktu kurang lebih lima menit, namun hasilnya akan menentukan nasib kita untuk lima tahun berikutnya.
Pilihan yang lebih didasarkan karena adanya pesanan dan imbalan, tak ubahnya kita telah menggadaikan kedaulatan kepada mereka yang telah pilih, meski tak sesuai hati nurani.
Karenanya, jangan salah memilih. Kenali dengan baik rekam jejak orang yang Anda pilih. Kapabilitasnya bagaimana, akseptabilitasnya seperti apa dan tak kalah pentingnya integritasnya. Baik dia itu cagub – cawagub, cabup- cawabup maupun sebagai calon wali kota dan wakil wali kota.
Memang pilihan merupakan kebebasan dan rahasia pribadi, sering diistilahkan luber (langsung, umum, bebas dan rahasia). Kebebasan dan kerahasiaan itu dilindungi undang – undang, karenanya mereka yang melakukan jual beli suara, berarti telah melanggar UU.
Memasuki masa tenang sebelum hari pencoblosan, hendaknya menjadi renungan bagi kita semua. Bagi para pemilih, merenung kembali sudahkah pilihannya kelak, sesuai hati nurani.
Karenanya negara bersama pemangku kebijakan pilkada wajib hadir menciptakan ketenangan memberikan ruang bagi rakyat untuk lebih berkontemplasi diri menentukan pilihannya.
Semua pihak, tidak saja bagi penyelenggara pemilu, juga kontestan pilkada termasuk tim suksesnya, wajib mendukung terciptanya ketenangan suasana.
Jangan usik rakyat dengan isu - isu yang menyesatkan. Apalagi yang menjurus kepada upaya adu domba, saling menjatuhkan, dan sebagainya.
Bagi para cakada dan parpol pendukungnya hendaknya lebih fokus kepada konsolidasi internal. Dengan timses, para saksi dan relawan dalam rangka mengawasi dan memantau jalannya pemungutan dan penghitungan suara.
Sehingga pemilu dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa adanya kecurangan.
Selama masa tenang, Bawaslu sangat diharapkan perannya dalam mengawasi persiapan pemungutan suara. Pengawasan terhadap kemungkinan masih adanya kampanye terselubung dengan berbagai modus yang sulit terendus.
Tidak kalah pentingnya meng-intensifkan ‘patroli money politics’, mengingat politik uang bermodus ‘serangan fajar’ lazim dilakukan pada masa tenang.
Terpetakan, intensitas kerawanan terjadi antara akhir masa tenang (pukul 00:01 Rabu dini hari) hingga saat pencoblosan.
Kita berharap pengawasan berlangsung secara transparan, profesional dan proporsional. Sikap netral dan profesional harus berlanjut pada tindak lanjut pengawasan, jika ditemukan adanya pelanggaran.
Mari jangan kotori masa tenang dengan beragam modus kecurangan. Satu kecurangan lolos, apalagi sampai ‘ terloloskan’ dari pengawasan, dapat menjadi embrio kecurangan massal.
Jangan ajari rakyat dengan kecurangan untuk meraih kemenangan. Lebih baik kalah dalam kemuliaan, ketimbang menang dalam kehinaan akibat kecurangan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Semua pihak tentu sangat berharap pilkada serentak yang digelar di 545 daerah berlangsung tertib, damai, luber, jurdil dan bebas dari segala kecurangan dalam bentuk apapun, termasuk berita hoaks untuk menjatuhkan lawan guna meraih kemenangan. Semoga. (Azisoko).
Dapatkan berita serta informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.