POSKOTA.CO.ID – Mengetahui bahwa pada 2025 nanti pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, masyarakat kemudian putar otak untuk dapat mengatasinya.
Salah satu yang banyak digaungkan adalah memboikot barang-barang kena pajak, hingga mengajak untuk melakukan frugal living dan mengurangi belanja.
Menurut laman DJKN Kemenkeu, gaya hidup frugal living semakin dikenal khususnya setelah adanya pandemi Covid 19.
Apa Itu Frugal Living?
Frugal living secara sederhana sering dimaknai sebagai gaya hidup super hemat agar dapat menabung lebih banyak, yang cenderung dinilai pelit oleh sebagian orang.
Namun jika dilihat secara lebih luas, frugal Living diartikan sebagai konsep di mana seseorang mengalokasikan dana yang dimiliki dengan kesadaran penuh (mindfull).
Juga dengan pertimbangan dan analisis yang baik, disertai dengan strategi pencapaian tujuan keuangan masa depan yang jelas.
Seseorang yang mengadopsi frugal living misalnya akan memilih memasak makanan sehat daripada membeli makanan di luar, atau membeli produk lokal berkualitas.
Meski begitu, para penganut frugal living akan terus menikmati hidup berkualitas dengan standar yang mereka tetapkan tanpa harus goyah dengan pendapat orang lain.
Ajakan Frugal Living Menggema di Media Sosial
“Setuju! Boikot pemerintah jalur frugal living struktural. Cermat dg pengeluaran, beli di warung tetangga/pasar dekat rumah, buat daftar barang2 berpajak yg bisa dicari alternatifnya, minimalkan konsumsi,” kata akun X @uswahabi***.
Gaya hidup super hemat ini mulai menggema di media sosial. Sebab, aksi tersebut dinilai mendatangkan dampak besar.
Ini karena masyarakat akan mengurangi konsumsi rumah tangga, dan memilih membeli barang yang lebih murah sebagai bentuk penghematan.
Selain itu, saat pemerintah bertujuan mengejar kenaikan tarif PPN 12 persen, ini bisa saja mengakibatkan masyarakat akan membeli barang-barang yang tidak dikenai tarif PPN.
Sebenarnya, ajakan untuk hidup super hemat ini tidak perlu diserukan. Sebab, daya beli masyarakat secara otomatis akan menurun dengan naiknya PPN sebanyak 12 persen.
Akun X @Ardianto Satriawan menyebutkan, masyarakat sebenarnya telah banyak memberikan pajak kepada pemerintah dengan berbagai bentuk, sepert :
- Gaji tiap bulan dipotong pajak,
- THR juga kena pajak,
- Dapet bonus kena pajak juga,
- Beli barang mahal kena pajak barang mewah,
- Rumah kena pajak bumi dan bangunan,
- Motor harus bayar pajak tiap tahun,
- Mobil juga bayar pajak tiap tahun,
- Belanja di supermarket tiap itemnya kena pajak,
- Makan di restoran kena pajak,
- Beli barang di luar negeri juga bayar bea cukai,
- Bunga tabungan kena pajak juga dari negara,
- Apply kerjaan pakai meterai, bayar ke negara,
- Resign kerjaan juga bikin surat pernyataan pakai meterai,
- Harga meterainya dinaikin dari 6000 ke 10000, naik 67%.
- Ditilang juga bayarnya ke negara,
- Bikin SKCK juga bayar ke aparat negara,
- Beli tanah kena pajak,
- Beli rumah kena pajak,
- KPR kena pajak,
- Bayar listrik kena pajak,
- Beli pulsa kena pajak,
- Bayar internet kena pajak,
- Masuk ke tempat wisata kena retribusi daerah,
- Stres, mau nyebat, ngrokok kena cukai 30%,
- Lebih stres lagi, mau mabok kena cukai 35%,
- Mati, kubur di TPU masih jg kena pajak daerah.
“Terus elu dapetnya apa? Sekolah favorit tiba-tiba gak bisa elu akses karena zonasi. Zonasi kagak mikir pemerataan dulu, ada sekolah di satu kota ngumpul di satu kecamatan doang, sisanya gak ada sekolah,” katanya.
“UKT dimahalin, gak bisa dicicil, sampai kampus kerjasama ama pinjol. Judi online dibiarin merajalela. Guru, dosen, dokter, nakes, semua pontang panting nyari kerjaan biar bisa hidup layak, gak bisa ngurus murid/pasien dengan sepenuh hati,” tambahnya.
Postingannya tentang kenaikan PPN 12 persen ini kemudian diserbu oleh netizen yang menyetujui cuitannya, hingga menunjukkan banyaknya pajak yang telah mereka keluarkan, hingga nyinyir akan keputusan pemerintah ini.
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.