Kopi Pagi

Kopi Pagi: Kolaborasi Menuju Rekonsiliasi

Kamis 03 Okt 2024, 05:31 WIB

“Perbedaan adalah keniscayaan, tak terkecuali beda sikap politik. Tetapi hendaknya, perbedaan itu menjadi satu kekuatan untuk menjalin persatuan dan kesatuan, bukan malah dipertentangkan yang memunculkan embrio perpecahan.”

-Harmoko-

Dalam mengelola organisasi kita kenal istilah revitalisasi, reorganisasi, regenerasi dan reposisi serta re yang lain, yang dimaknai sebagai penataan ulang atau mengembalikan kepada kondisi awal yang lebih baik baik.

Dalam dunia politik kita kenal istilah koalisi, polarisasi, konspirasi, oligarki serta kolaborasi dan rekonsiliasi. Masing – masing kata, tentu beda makna, tetapi semuanya ikut mewarnai dinamika politik yang kerap terjadi, utamanya jelang dan pasca pemilu.

Dua kata terakhir, kolaborasi dan rekonsiliasi, penting diimplementasikan dalam menyongsong pemerintahan baru. Era transisi menjadi momen penting, bagaimana membangun kolaborasi menuju rekonsiliasi nasional para elite politik dan tokoh bangsa, tanpa membedakan latar belakangnya.

Kolaborasi dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama membangun kekuatan. Tentu kolaborasi akan menjadi indah, jika didasari oleh maksud, tujuan dan kepentingan dan cita-cita yang sama. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya cita-cita negeri ini didirikan, yakni keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana terukir dalam Pembukaan UUD 1945. Yang jika dirinci lagi, di dalamnya menyangkut kehidupan sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya bangsa.

Melalui jalinan kolaborasi yang padu, pada saatnya akan tercipta rekonsiliasi nasional dari para elite politik dan tokoh bangsa negeri ini demi satu tujuan dan cita-cita bersama, memajukan bangsa dan negara.

Kita paham betul, koalisi telah terbangun menuju pemerintahan baru hasil pemilu 2024, baik koalisi partai politik yang nantinya akan berlanjut di pemerintahan melalui pembentukan kabinet, hingga koalisi di parlemen. 

Meski begitu koalisi yang terbangun, belum menjamin sepenuhnya terciptanya rekonsiliasi para tokoh bangsa. Karenanya kolaborasi bisa menjadi salah satu kunci menuju terwujudnya rekonsiliasi.
Tentu, kolaborasi yang dibangun hendaknya mengedepankan kesetaraan dengan melepaskan ego kekuasaan dan jabatan, ego kekuatan serta ego sektoral. 

Tak terkecuali ego pribadi dan keluarga, termasuk menghapus jejak masa lalu yang menjadi penyebab renggangnya komunikasi politik dan memburuknya hubungan sosial.

Kolaborasi yang dibutuhkan adalah bentuk kerja sama tanpa prasangka, dan jauh dari rasa curiga.Kolaborasi yang didalamnya terjalin interaksi, serta adanya kompromi beberapa elemen yang terkait individu, lembaga dan kekuasaan.

Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah adanya kesamaan persepsi, kesamaan tujuan, kemauan untuk berproses, dan saling memberikan manfaat.

Bicara tujuan, tentu untuk masa depan bangsa yang lebih baik lagi, semakin tangguh menghadapi beragam tantangan dan ancaman ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik internasional.

Kita tahu tantangan pemerintahan baru mendatang masih begitu kompleks, rumit dan sulit. Tak hanya mewujudkan kedaulatan pangan dan energi, mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan, menciptakan lapangan kerja baru, mewujudkan ekonomi baru dan hijau. Belum lagi tantangan pembiayaan pembangunan.

Tidak dipungkiri, di balik tantangan terdapat peluang, jika mampu mengelola semua kekuatan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya. Tak terkecuali menyatunya kekuatan seluruh elemen bangsa guna menciptakan stabilitas politik membangun negeri menuju visi Indonesia Emas.

Itulah mengapa, rekonsiliasi menjadi urgen guna memperkuat pondasi pemerintahan lima tahun mendatang, sebagai momen awal menyiapkan visi Indonesia Emas.

Secara umum, rekonsiliasi adalah tindakan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula. Tindakan menyelesaikan perbedaan yang selama ini dianggap menjadi pagar pemisah.
Rekonsiliasi dapat dikatakan sebagai upaya nyata mengharmoniskan kembali dengan menghapus ‘permusuhan’ dan meniadakan ‘kesalahan’. Tak ada lagi dendam politik.

Perbedaan adalah keniscayaan, tak terkecuali beda sikap politik. Tetapi hendaknya, perbedaan itu menjadi satu kekuatan untuk menjalin persatuan dan kesatuan, bukan malah dipertentangkan yang memunculkan embrio perpecahan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Sebagaimana lembaran kain dalam banyak warna dan jalinan benang emas, Indonesia yang dikenal dengan banyaknya ras, suku, bahasa, dan agama harus bisa mengimplementasikan semboyan yang ada. Yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” dan “Pancasila.”

Pertikaian akibat perbedaan selama ini telah cukup melelahkan dan menguras emosi semua pihak. Saatnya kini diakhiri dan semua kembali rukun bersatu dengan sesama anak bangsa. (Azisoko)

Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita menarik setiap hari.

Tags:
kolaborasiRekonsiliasiKopi pagi Harmokoindonesia emas

Administrator

Reporter

Aminudin AS

Editor