POSKOTA.CO.ID – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Justitia Training Center menandatangani perjanjian kerjasama pelatihan hukum berkelanjutan dan peningkatan kompetensi Advokat di Peradi Tower, Jakarta Timur, kemarin.
Penandatanganan diwakili Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Prof. Otto Hasibuan, dan dari Presiden Direktur Justitia Training Center, Andriansyah Tiawarman K. Kedua menilai memerlukan meningkatkan Acces to Justice (Akses pada keadilan) bagi seluruh masyarakat lantaran tak sedikit masyarakat yang kehilangan akses pada keadilan dan menemui jalan buntu berhadapan dengan hukum.
Tugas negara mengembalikan rasa keadilan itu dan advokat turut berperan menghantarkan akses masyarakat pada keadilan ini.
Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN PERADI, bersama dengan tim Justitia Training Center, bertindak sebagai panitia pelaksana kegiatan ini.
Ketua Harian sekaligus Wakil Ketua Umum DPN PERADI, R. Dwiyanto Prihartono, menyatakan acara ini diselenggarakan dengan latar belakang PERADI punya kewajiban menurut Undang-Undang untuk melakukan pendidikan bagi peningkatan kemampuan anggotanya.
“Dengan demikian kami berfikir kalau dilaksanakan sendiri akan berat, kami mencari kerjasama dengan Justitia Training Center. Materinya pelatihan pendidikan berkelanjutan atau peningkatan kualitas PERADI, bagaimana meningkatkan akses keadilan,” kata Dwiyanto dalam sambutan pembukanya di acara Penandatangan yang dilanjutkan dengan Seminar Nasional.
Sementara Presiden Direktur Justitia Training Center, Andriansyah Tiawarman K, mengatakan salah satu komponen penting adalah kualitas advokat untuk meningkatkan access to justice. Harapannya dengan kolaborasi antara PERADI dan Justitia Training Center yakni lebih meningkatkan kompetensi advokat.
“Harapannya dari kerjasama ini kedepannya semua anggota PERADI bisa meningkatkan kualitasnya. Selama ini memang sudah ada PKPA [Pendidikan Khusus Profesi Advokat] dari PERADI, tetapi pendidikan berkelanjutan itu perlu, dan itulah yang diberikan oleh Justitia Training Center,” kata Andriansyah sesaat setelah penandatanganan di Jakarta dalam keterangannya diterima Sabtu, 14 September 2024.
Andriansyah menambahkan ketersediaan advokat selama ini masih di kota besar, sedangkan di daerah masih sangat terbatas. Disinilah peranan PERADI dan Justitia untuk dapat menyediakan advokat berkualitas di daerah-daerah agar masyarakat di daerah dapat meraih access to justice.
Tak hanya itu, melalui Kerjasama PERADI dan Justitia, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan teknologi para advokat. Advokat harus paham teknologi, hal ini mengingat di masa kini sudah banyak menangani perdagangan internasional, ada perkara pertambangan, perpajakan, disinilah Justitia Training Center hadir menjadi partner PERADI untuk menjawab kompetensi hukum para advokat.
Ketua Umum PERADI, Prof. Otto Hasibuan, dalam sambutannya mengatakan Access to Justice adalah salah satu hal yang sangat penting bagi profesi advokat. Ini merupakan topik yang berkelanjutan dan sering kali berulang. Di Indonesia, Access to Justice belum sepenuhnya terwujud dan sering kali kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, ini adalah salah satu tugas utama negara.
Undang-Undang Dasar (UUD) menyebutkan bahwa negara harus memberikan kepastian hukum, dan dalam pelaksanaannya, advokat memiliki peran yang krusial. Dalam Hukum Tata Negara (HTN), advokat merupakan pihak yang dapat memastikan bahwa Access to Justice terlaksana.
“Bayangkan jika tidak ada advokat, bagaimana keadilan dapat dicapai? Satu-satunya profesi yang dapat memastikan Access to Justice adalah advokat. Perbedaan utama advokat adalah kebebasan dan kemandiriannya, karena tanpa kemandirian, advokat tidak mungkin dapat menegakkan Access to Justice,” kata Otto.
Otto menambahkan tantangan baru muncul ketika advokat mulai matang dan prinsip-prinsip seperti Access to Justice sering kali mulai ditinggalkan, terutama dalam konteks kapitalisme. Untuk mengatasi hal ini, dibentuklah Perhimpunan Bantuan Hukum (PBH), yang kini memiliki hampir 163 cabang di seluruh Indonesia. PBH diharapkan menjadi tonggak untuk membentuk jiwa yang kuat dalam penegakan Access to Justice.
Putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa seorang tersangka tidak boleh tanpa didampingi advokat. Oleh karena itu, wajib bagi tersangka untuk diberitahukan hak-haknya. Masih banyak putusan MA yang mengadili tersangka tanpa didampingi kuasa hukum, yang jelas merupakan kesalahan.
"Kami berharap kedepannya tidak akan ada lagi kasus seperti ini. Ini merupakan salah satu bentuk komitmen kami untuk memastikan bahwa Access to Justice benar-benar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Otto.
Pembina Justitia Training Center, Prof. Hikmahanto Juwana, dalam diskusi panel mengatakan Access to Justice adalah inti dari profesi advokat. Tanpa adanya advokat, hanya ada polisi yang melakukan penyidikan, jaksa yang menuntut, dan hakim yang memutuskan.
“Kita tidak bisa mendengar apa yang menjadi concern dan kesakitan terdakwa. Kita pernah mengalami hal tersebut pada masa Orde Baru, dimana advokat seolah hanya simbolis dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan,” ujarnya.
Dia menambahkan pentingnya peran seorang advokat juga mempengaruhi mindset dari para lulusan hukum. Inilah fungsi dari Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Advokat kini dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan khusus, seperti dalam bidang kurator kepailitan, dan spesialisasi lainnya.
“Kompetensi yang baik sangat penting karena tanpa itu, advokat tidak bisa memberikan Access to Justice dengan baik. Jika tidak memiliki kompetensi yang memadai, advokat akan dianggap tidak efektif dalam menjalankan perannya,” tutup Hikmahanto.
Sedangkan Anggota Komisi III DPR RI, Hinca I.P. Pandjaitan XIII dalam paparannya mengatakan perlunya melihat dari hulu ke hilir proses menegakkan keadilan. “Access to justice, saya sepakat hukum harus ditegakkan. Rasa keadilan tidak boleh menemui jalan buntu, harus menyentuh garis finish. Bicara access to justice, adalah proses dari hulu ke hilir yang tidak pernah bisa berhenti. Ada komisi III DPR untuk mencapai akses keadilan ini,” ucapnya.
Hinca menambahkan, pihaknya ingin melihat Bupati, Gubernur mengampanyekan keadilan. Harus ada yang memperjuangkan rasa keadilan. “Access to justice belum ada, kita minta KPU agar seluruh calon pemerintah daerah memasukkan visi misi Access to Justice ini.” (Ril)
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di Google News dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.