"Awalnya klien kami dan Tiko mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Di mana pada saat itu klien kami menjadi komisaris, sementara Tiko menjadi direktur serta modal perusahaan, semuanya dari klien kami," beber Leo kepada wartawan.
Arina ketika itu mempercayakan sepenuhnya kepada Tiko untuk mengelola bisnis tersebut. Bahkan berjalan normal hingga memasuki tahun 2019 dirinya dikagetkan dengan Tiko yang ingin menutup usaha pada tahun 2019 lantaran tak bisa bayar sewa.
"Klien kami tahunya usaha lancar, tapi kok tiba-tiba di 2019 Tiko bilang usaha mau tutup karena tidak kuat bayar sewa. Loh, ini kan aneh," terang Leo Siregar.
Menurut Leo, kewenangan tanpa pengawasan diduga menjadi celah bagi Tiko Aryawardhana untuk melakukan itikad tidak baik. Sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Hingga akhirnya kecurigaan Arina semakin kuat ketika di tahun 2021 dirinya menemukan dua dokumen profit and loss yang mencurigakan. Dalam hal ini diduga Tiko telah memanipulasi laporan.
"Klien kami melakukan audit investigasi melalui auditor independen dan ditemukanlah temuan perihal penggunaan dana sebesar Rp 6,9 miliar yang tidak jelas peruntukkannya," ungkap Leo.
Tiko pun dikejar untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dan karen tidak ada itikad baik untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan akhirnya Arina pun melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian. "Lantaran tidak ada itikad baik untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan mengenai dana tersebut membuat klien saya melaporkan ke polisi," tegas Leo.