Ilustrasi Obrolan Warteg: Merasa Paling Benar. (Poskota/Yudhi Himawan)

Sental-Sentil

Obrolan Warteg: Merasa Paling Benar

Jumat 23 Feb 2024, 08:31 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - “Bro, jadi nggak akhir pekan ini kita mancing bareng,sekalian refreshing,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.

“Sepertinya kita jadwalkan ulang saja. Selain masih musim penghujan, refreshing tak harus dengan mancing,” jawab Yudi.

“Loh mancing itu tidak ada urusannya dengan musim penghujan atau kemarau. Jadi acara tetap berlanjut, jangan sampai ditunda, kecuali kalan sudah tidak mau kompak lagi,” kata Heri.

“Nggak boleh memaksakan kehendak. Masih ada teman lain yang perlu  dimintai pendapat. Hargai pendapat orang lain dong,” jelas Yudi.

“Kalau kalian nggak mau, nggak masalah, tanpa kalian, saya bisa jalan sendiri  ,” ujar Heri.

“Iya nggak boleh begitu. Kita harus saling menghargai, jangan maunya menang sendiri.Jangan memaksakan kehendak, jangan pula memaksakan pendapat. Jangan juga merasa paling benar, ” kata mas Bro.

“Setuju Bro. Dalam berdiskusi mengenai sesuatu hal di ruang publik, di media sosial, kita tidak boleh memaksakan pendapatnya adalah yang paling benar. Pendapat orang lain salah,”  kata Yudi.

“Belakangan ada kecenderungan pemaksaan pendapat acap mencuat. Itu terlihat di ruang digital ketika menyoal penyelenggaraan pemilu hingga hasil perolehan suara hitung cepat. Soal dugaan curang dan tidak curang kerap diposting, yang berujung kepada silang pendapat,”  kata mas Bro.

“Soal silang pendapat dan kontroversi adalah dinamika demokrasi. Wajar tejadi karena masing – masing menggunakan sumber yang berbeda, sudut pandang yang berbeda pula dengan latar belakang yang berbeda pula,” kata Yudi.

“Yang tidak wajar, jika merasa pendapatnya yang paling benar, yang lain salah. Lebih – lebih memaksakan kehendak agar orang lain sependapat dengan pendapat kita yang paling benar,” tambah mas Bro.

“Pemaksaan kehendak, apa pun alasannya tak sesuai dengan nilai  moral bangsa sebagaimana telah diamanatkan dalam falsafah bangsa kita. Apalagi memaksakan kebenaran yang belum tentu benar karena bersumber dari konten yang belum teruji kebenarannya,” kata Yudi.

“Nah, ini yang perlu hati – hati. Mari bijak bermain medsos, kritis menerima postingan. Jika tidak logis, skip saja,” ujar mas Bro. (Joko Lestari)
 

Tags:
merasa paling benarObrolan WartegPendapatPerbedaan

Administrator

Reporter

Novriadji

Editor