ADVERTISEMENT

Indop: Gertakan Hak Angket

Jumat, 23 Februari 2024 08:18 WIB

Share
Foto: Demo KPU menolak pemilu curang. (Poskota/Ahmad Tri Hawaari)
Foto: Demo KPU menolak pemilu curang. (Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diduga telah terjadi kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), terus digelindingkan dua pasangan calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Mereka mengklaim informasi terjadi kecurangan datang dari para relawannya yang ada di pelosok tanah air sehingga akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun belakangan haluan kecurangan tersebut lebih dikencangkan lewat jalur politik.

Sehingga dimunculkan wacana menggulirkan hak angket atau hak interpelasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan meminta pertanggungjawaban KPU dan Bawaslu. Hal tersebut dilakukan karena sebagian besar elit di kubu nomor urut 03 dan 01 tidak puas jika bersengketa di MK maka kemungkinan besar mereka bakal kalah

Kemungkinan mereka berkaca pada Pilpres 2014 dan 2019, dimana Prabowo Subianto yang ketika itu 2 kali berhadapan dengan Joko Widodo mengajukan gugatan sengketa Pilpres ke MK dan berujung kalah. Karena menggunakan jalur MK sudah dipastikan yang akan diperhitungkan adalah hasil perolehan suara akhir sehingga akan sangat kecil kemungkinan untuk memenangi gugatan.

Pihak penggugat sengketa Pilpres melalui MK mesti membuktikan aksi kecurangan dari ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) atau dalam penghitungan bertingkat untuk membatalkan kemenangan kandidat tertentu.

Tentu saja proses mengumpulkan bukti dan mengujinya di depan persidangan di MK membutuhkan upaya yang sangat besar dan terperinci. Karena itu, ketimbang menelan kekalahan di MK, salah satu jalan yang ditempuh pasangan nomor urut 03 dan 01 adalah menyelidiki dugaan kecurangan itu melalui proses politik di DPR dengan hak angket.

Jika permohonan hak angket disetujui oleh DPR melalui sidang paripurna, upaya buat menyelidiki dugaan kecurangan itu tidak terlampau besar seperti jika mengajukan sengketa melalui MK. Akan tetapi, faksi yang menginginkan supaya wacana hak angket disetujui mesti mencari dukungan politik sebesar-besarnya di DPR.

Andai berhasil menggiring kekuatan untuk dimulainya hak angket maka akan ada peluang untuk adu kekuatan politik, bukan adu fakta hukum sebagaimana di MK. Dan peluang dampak politik dari hak angket itu bisa meluas jika saat penyelidikan DPR menemukan berbagai fakta dugaan kecurangan.

Bahkan, salah satu dampak lainnya bisa menyentuh pada wacana pemakzulan presiden. Meskipun juga kecil peluangnya untuk mengarah ke impeachment, tapi peluangnya tetap ada, karena pertimbangannya adalah kemampuan masing-masing pihak dalam melobi sebanyak-banyaknya anggota DPR lainnya.

Namun banyak pengamat hukum menilai usulan Ganjar Pranowo soal hak angket hanya sekadar gertakan politik. Pasalnya, waktu yang dibutuhkan tidak cukup untuk merealisasikannya karena waktu penyelenggaraan Pemilu tinggal 8 bulan.

Oleh karena itu untuk mencegah dugaan kecurangan pemilu serahkan kepada 3 lembaga khusus yang mengurusi pemilu sesuai UU yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP. Jangan mengikuti emosi yang justru memperkeruh suasana damai, aman dan nyaman pasca pemilu. Benar kata Mahfud MD "setiap pemilu pihak yang kalah selalu menuduh yang menang itu curang," (Red)
 

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT